Senin, 22 Januari 2018

Kesesuaian Lahan Permukiman

A.  Fungsi Kawasan
1.    Kawasan lindung
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a.    kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b.    kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c.    kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d.   kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e.    kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang. 
2.    Kawasan Budidaya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah
a.    Kawasan peruntukan hutan produksi : kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 
b.    Kawasan peruntukan pertanian : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan. 
c.    Kawasan peruntukan pertambangan : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertambangan bagi wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B, dan C.
d.   Kawasan peruntukan permukiman : kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan. 
e.    Kawasan peruntukan industri : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
f.     Kawasan peruntukan pariwisata : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
g.    Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa : kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan.

B.  Teori Lahan dan  Penggunaan Lahan
1.    Teori dan Konsep Lahan
a.    Lahan (land) merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa akan datang (Juhadi, 2007: 11)
b.    Lahan adalah lingkungan fisik ruangan permukaan bumi yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang. Land maengandung makjn na adalah ruangan permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk segala macam kegiatan. (Pananrangi, 2013: 5).
c.    Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang sudah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia baik yang dimasa lalu ataupun dimasa sekarang (H. Sastrohartono, 2011)
d.   Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem stryktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh macam sumberdaya yang merajai dan macam serta intensitas interaksi yang berlangsung antar sumber daya. Faktor faktor penentu sifat dan perilaku lahan tersebut bermatra ruang dan waktu. Mka lahan selaku suatu wujud pun bermatra ruang dan waktu. (Notohadiprawiro, 2006: 1)
e.    Lahan sebagai suatu sistem mempunyai komponenkomponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian ada dua kategori utama sumberdaya lahan, yaitu (1) sumberdaya lahan yang bersifat alamiah dan (2) sumberdaya lahan yang merupakan hasil aktivitas manusia (budidaya manusia). Berdasarkan atas konsepsi tersebut maka pengertian sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik lahan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yang dengan cara-cara tertentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. (Juhadi, 2007: 12)
2.    Penggunaan Lahan
a.    Perubahan penggunaan lahan adalah lahan lahan yang mengalami alih fungsi lahan, baik dari pertanian ke nonpertanian, hutan menjadi lahan pertanian, dan juga sebaloknya. Adapun masalah penggunaan lahan di Indonesia adalah terjadinya kemunduran produktifitas yang tidak disertai usaha konservasi tanah, terjadinya kemunduran produktifitas lahan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan terdeaknya lahan pertanian yang relative subur oleh jenis penggunaan lahan non-pertanian utamnay di daerah pertanian (Pananrangi, 2013: 43)
b.    Tata guna lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975 dalam Widayanti, 2010: 2).
c.    Tata guna lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Tata guna lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Tata guna lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 1995 dalam Widayanti, 2010: 2).

C.  Evalasui Kesesuaian lahan Permukiman
1.    Pengertian Evaluasi kesesuain lahan permukiman.
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Tujuan daripada evaluasi kesesuaian lahan adalah untuk memberikan penilaian kesesuaian lahan untuk tujuan-tujuan yang telah dipertimbangkan. Manfaat evaluasi kesesuaian lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. (FAO, 1976)
Menurut FAO, 1976 dalam Hidayat, (2012: 23) Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu yang lebih spesifik dari kemampuan lahan. Perbedaan dalam tingkat kesesuaian ditentukan oleh hubungan antara keuntungan dan masukan yang diperlukan sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dalam bentuknya yang sangat kuantitatif, kesesuaian lahan dinyatakan dalam istilah ekonomi dari masukan dan keluaran atau dalam hasilnya berupa pendapatan bersih atau di daerah-daerah berkembang berupa tingkatan kehidupan masyarakat taninya. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan kawasan yang sesuai dengan lahan permukiman.

struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu:
a.    Order kesesuaian : mencerminkan macam kesesuaiannya.
b.    Kelas kesesuaian : mencerminkan derajat kesesuaian lahan dalam order
c.    Subkelas kesesuaian : mencerminkan macam hambatan atau macam perbaikan utama yang dibutuhkan dalam kelas.
d.   Unit kesesuaian : mencerminkan perbedaanperbedaan minor yang dibutuhkan dalam pengelolaan subkelas.
Order kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu: Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) adalah lahan yang dapat dipergunakan secara berkelangsungan untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Order tidak sesuai (N) adalah lahan yang apabila dikelola, mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan.
Order sesuai (S) dapat dibagi lagi menjadi kelaskelas. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefinisikan secara kuantitatif adalah sebagai berikut:
a.    Kelas S1 (sangat sesuai) adalah lahan yang tidak mempunyai pembatas serius dalam menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebihi yang biasa diberikan.
b.     Kelas S2 (cukup sesuai) adalah lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan.
c.    Kelas S3 (sesuai marginal) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
d.   Order N (tidak sesuai) biasanya ada dua kelas yaitu:
a)    Kelas N1 (tidak sesuai saat ini) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.
b)   Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
Cara penilaian kesesuaian lahan yang sering dilakukan adalah dengan cara matching (mencocokkan) kualitas/karakteristik lahan dengan persyratan tumbuh tanaman yang dievaluasi/persyaratan penggunaan lahan yang dikehendaki. Dalam system Matching ini berlaku hukum minimum, yang artinya kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Menurut Suparno Sastra M, Permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia untuk menunjukan suatu tujuan tertentu. Apaila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata settlements yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Permukiman sebagai tempat (sarana hidup manusia dapat digolongkan dalam 2 skala yaitu :
a.    Permukiman (skala makro) Human Settlment
b.    Perumahan (Skala Mikro) Housing
Permukiman Merupakan suatu kesatuan wilayah dimana suatu perumahan berada, sehingga lokasi dan lingkungan perumahan tersebut sebenarnya tidak pernah dapat dilepas dari permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman. Oleh karena itu sebaiknya jika akan dilakukan Pengembangan perumahan, terlebih dahulu harus betul betul diketahui dan diteliti keadaan dan kondisi permukiman dimana perumahan tersebut akan dibangun. Upaya tersebut antara lain bias dilakukan melalui studi kelayakan terlebih dahulu agar keberadaan perumahan tersebut dapat betul betul sesuai dengan kebutuhan yang semestinya dalam operasionalnya nanti dapat mendukung arah dan laju pengembangan permukiman yang sudah direncanakan. (Sastra M Suparno dan Marlina Endi, Dalam Hidayat, 2011: 26)
Menurut Direktorat Jendral Penataan Ruang Pekerjaan Umum  dalam Modul Terapan pedoman Kriteria Tekhnis Kwasan Budidaya. 2007: 20. Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha.Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1998 dalam Satria 2013:162).
Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman adalah Evaluasi lahan memerlukan sifat sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).
2. Kriteria Umum Dalam Perencanaan Pemukiman
Kriteria Pokok Tentang perumahan , permukiman, peran serta masayarakat dan pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepoada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman  dan surat keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 Tentang kebijakan Dan starategi nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).
a.    Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masayarakat, denga tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
b.    Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan yang terjangkau oleh sarana transportasi umum.
c.    Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pereuntukan permukiman harus didukung oleh ketersedian fasilitas fisik atau utilitas umum (Pasar, Pusat Perdagangn dan jasa, Perkantoran, Sarana air bersih, Persamapahan, Penanganan Limbah dan drainase) dan fasilitas social (Kesehatan, Pendidikan, Agama).
d.   Tidak mengganggu upaya pelestraian kemampuan sumber daya alam.
e.    Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam.
f.     Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan sipa bangun (lisiba), penetapan lokasi dan penyedian tanah, penyelenggaraan pengelolaan, dan pembinaanya diatur di dalam perarturan pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri.
3.    Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan Permukiman
Karakteristik Lokasi dan Kesesuaian Lahan Permukiman, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya :
a.    Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%).
b.    Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari.
c.    Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi).
d.   Drainase baik sampai sedang.
e.    Tidak berada pada wilayah sempadaN sungai/pantai/waduk/danau/mata air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan.
f.     Tidak berada pada kawasan lindung.
g.    Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga.
h.    Menghindari sawah irigasi teknis.




4. Kiteria Keruangan Perencanaan Kawasan Permukiman
Tabel II.1
Kriteria Keruangan Perencanaan Kawasan Permukiman
No
Kriteria
Permukiman/Perumahan Perdesaan
Permukiman/Perumahan Perkotaan
1
Kedekatan
Relatif dekat denga tempat kerja
Relatif dengan pusat kegiatan dan tempat kerja
2
Aksebilitas
Baik
Baik
3
Air Bersih
Tersedia sumber air
Tersedia sumber/jaringan air
4
Peruntukan Kawasan
·      Untuk permukiman/ perumahan
·      Bukan  Kawasan lindung/irigasi teknis
·      Tanah datar yang kurang produktif
·      Dekat dengan prasarana/ sarana umum kota

5
Kesesuaian dengan lahan sekitarnya
·      Lahan sesuai Permukiman/ Perumahan
·      Perlu kawasan penyangga
Memiliki jalan penghubung ke jalan arteri primer/sekeunder dan jalan kolektor prmer/sekunder dalma jaringan jalan kota.
6
Pola Transportasi
Memiliki jalan penghubung ke jalan arteri primer atau sekunder
·      Memiliki jalan penghubung ke jalan arteri primer/sekunder dalam jaringan jalan kota
·      Kemudahan penggunaan transportasi
7
Pelestarian Lingkungan Hidup
·      Tidak terdapat pencemaran lingkungan hidup
·      Tidak menimbulkan kerusakan bentang alam
·      Tidak terdapat pencemaran lingkungan hidup
·      Perubahan bentuk lahan dan bentang alam tidak menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya
8
Kesesuaian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah
·      Kepadatan penduduk dan bangunan rendah
·      Jenis rumah tidak jauh berbeda dengan lingkungan sekitarnya
Kepadatan penduduk dan bangunan tinggi
Sumber : Pedoman Pengaturan Spasial, Depdagri, 1996

D.  Parameter Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman
Menurut Muta’ali Lutfi (2013:129) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan peruntukan permukiman diantaranya : Topografi datar sampai bergelombang (lereng 0-25%); tersedia sumber air; tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir erosi abrasi, tsunami); drainase baik sampai sedang; tidak berada pada wilayah sempadan sungai/ pantai/ waduk/ dnau/ mata air/ saluran pengairan/ rel kereta api dan daerah aman penerbangan; tidak berada pada kawasan lindung; tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga; menghindari sawah irigasi teknis.
Berdasarkan karakterisitik lokasi penilitian dan data yang tersedia maka, Dalam penilitian ini, peniliti menggunakan indikator adalah topografi/kelerengan, sempadan sungai, dan Kawasan Lindung.
1.    Topografi/Kelerengan
Menurut Djaenuddin (2003:65) Topografi dalam arti luas adalah permukaan tanah, atau dapat diartikan sebagai ketinggian suatu tempat yang dihitung dari permukaan air laut sehingga dapat diketahui elevasi tanah aslinya.
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Relief berkaitan terhadap faktor ketinggian tempat yang dapat menjadi persyaratan dalam potensi permukiman. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2.2
              Tabel II.2 Bentuk Wilayah dan Kelas Lereng
No
Relief
Lereng (%)
1
Datar
<3 o:p="">
2
Berombak/agak Landai
3-8
3
Bergelombang/Landai
8-15
4
Berbukit
15-30
5
Bergunung
30-40
6
Bergunung Curam
40-60
7
Bergunung Sangat Curam
>60
       Sumber: Djaenuddin (2003)
Dalam kaitannya untuk potensi permukiman, kemiringan lereng sangat penting untuk mengetahui kondisi seberapa besar kemiringan lereng atau relief dari lokasi suatu wilayah di permukaan bumi. Kemiringan lereng itu sendiri juga memiliki pengaruh dalam kondisi drainase dan tingkat erosi tanah. Daerah dengan lereng yang curam memiliki kondisi drainase yang buruk dibandingkan dengan kondisi drainase pada lereng datar. Untuk tingkat bahaya erosi, lereng dengan relief berbukit hingga bergunung curam cenderung mengakibatkan kerawan bencana atau memiliki tingkat bahaya erosi yang tinggi dibandingkan dengan lereng yang datar. Sehingga untuk digunakan dalam pembangunan permukiman menjadi parameter yang tidak cocok atau tidak sesuai, apalagi besarnya lereng > 60% dengan relief bergunung sangat curam maka terjadinya bahaya erosipun lebih tinggi.
2.    Bencana Rawan Longsor
a.    Pengertian Bencana Tanah Longsor
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alan dan/ factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, karusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana ada bermacam-macam menurut sumber atau penyebabnya. United nation development program (UNDP) mengelompokkan bencana atas 3 (tiga) jenis yaitu bencana alam, bencana non alam dan bencana social. (Ramli, 2010: 17)  
Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No.22/PRT/M/2007 tentang pedoman penataan ruang kawasan rawan bencana longsor, Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor.
Longsor sering kali terjadi akibat adanya pergerakan tanah pada kondisi daerah lereng yang curam, serta tingkat kelembaban (moisture) tinggi, dan tumbuhan jarang (lahan terbuka). Faktor lain untuk timbulnya longsor  adalah rembesan dan aktifitas geologi seperti patahan, rekahan dan liniasi. Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material, kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula dengan kondisi kestabilan lereng (Fandeli 2000 dalam Aswar 2012:6)
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka kriteria kelas kerawanan longsor yaitu :
Tabel II.3
Keritria Kelas Kerawanan Longsor
No
Kelas kerawanan
Kriteria
1
Tidak Rawan
a)  Jarang atau tidak pernah longsor, kecuali di sekitar tebing sungai
b)  Topografi datar hingga landai bergelombang
c)  Vegetasi agak rapat
d) Material bukan lempung ataupun rombakan (talus)
2
Rawan
a)  Jarang terjadi longsor kecuali bila lerengnya terganggu
b)  Topografi landai hingga sangat terjal
c)  Vegetasi antara kurang hingga amat rapat
d) Batuan penyusun lereng umumnya lapuk tebal
3
Sangat Rawan
a)  Dapat dan sering terjadi longsor
b)  Topografi landai hingga sangat curam
c)  Vegetasi antara kurang hingga sangat kurang
d) Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh
e)  Curah hujan tinggi
Sumber : Subagio (2008)
b.    Parameter-Parameter Longor
a)    Curah Hujan
Curah hujan akan meningkatkan presipitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya muka air tanah. Jika hal ini terjadi pada lereng dengan material penyusun (tanah dan atau batuan) yang lemah maka akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan menambah berat massa tanah, pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsor, yaitu hujan deras yang mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan hujan kurang deras namun berlangsung menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hujan deras sesaat. Hujan juga dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi pada kaki lereng dan berpotensi menambah besaran sudut kelerengan yang akan berpotensi menyebabkan longsor (Karnawati 2003 dalam Aswar 2012:10).

b)   Jenis Tanah
Faktor tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda-beda. Kepekaan longsor tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah longsor sebagai fungsi berbagai sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan longsor adalah:
1.    Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air
2.    Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir tanah yang jatuh dan aliran permukaan.
Menurut Arifin 2006 dalam Aswar 2012:10 bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi longsor adalah: tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapis air tanah dan tingkat kesuburan tanah.
c)    Kemiringan Lereng
Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain: kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat, tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Zakaria 2000 dalam Aswar 2012:12).
Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari massa lereng. Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueouserosion) meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus dari massa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Hirnawan 1993 dalam Aswar 2012:12).
d)   Batuan
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap. (Surono, 2003:32).
e)    Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan atau tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan. Tata guna lahan terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu: tata guna yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan, hal ini merupakan sumber daya manusia dan tanah yang berarti ruang, hal ini merupakan sumber daya alam serta memerlukan dukungan berbagai unsur lain seperti air, iklim, tubuh tanah, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya. Jadi secara prinsip dalam tata guna lahan diperhitungkan faktor geografi budaya atau faktor geografi sosial dan factor geografi alam serta relasi antara manusia dengan alam (Jayadinata 1999  dalam Suranto 2008:33).
c.    Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Terhadap Identifikasi  Tingkat Kerawanan Longsor
Dalam bidang perencanaan pengembangan wilayah harus dikembangkan secara  optimal  potensi  dan  sumberdaya  yang  ada  pada  suatu  wilayah  untuk pemanfaatannya  demi   kesejahteraan   masyarakat,   maka   langkah   yang   mesti ditempuh adalah dengan menginventarisasi keberadaan sumberdaya alam tersebut ke  dalam  data  spasial  maupun  data  tekstual.  Berkaitan  dengan  ini  maka  dengan bantuan Sistem Informasi Geografis semuanya dapat dapat dilakukan secara baik. Dalam analisis untuk perencanaan wilayah yang berkaitan dengan keruangan maka  dengan  menggunakan  Sistem  Informasi  Geografis  data  lebih  cepat  dalam pengolahan dan analisisnya.
Penerapan teknologi Sistem Informasi Geografis dapat membantu upaya mitigasi bencana alam dengan melakukan identifikasi lokasi serta pengkajian masalah yang berkaitan dengan dampak tanah longsor.  Upaya mitigasi untuk mengurangi atau meminimalisir dampak akibat tanah longsor (mitigasi) dilakukan dengan cara membuat suatu model penyusunan Sistem Informasi Geografis, yakni dengan menganalisis beberapa tema peta sebagai variabel untuk memperoleh kawasan yang rentan terhadap bahaya dan risiko tanah longsor. Selain itu, citra satelit dapat pula dimanfaatkan secara tidak langsung dalam penentuan potensi tanah longsor, menggambarkan permukaan suatu wilayah, dan struktur geologi (Syafii 2012:44). 
Identifikasi potensi bahaya tanah  longsor dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis  dapat dilakukan dengan  cepat, mudah dan  akurat. Bahaya  tanah  longsor  dapat  diidentifikasi  secara cepat melalui Sistem Informasi Geografis dengan  menggunakan  metode  tumpang  susun  atau overlay  terhadap  parameter-parameter  tanah  longsor  seperti:  kemiringan lereng,  jenis  tanah,  batuan,  curah hujan, dan lain-lain. Melalui  Sistem Informasi Geografis diharapkan akan mempermudah penyajian  informasi  spasial  khususnya  yang  terkait  dengan penentuan  tingkat  bahaya  tanah  longsor  serta  dapat  menganalisis  dan memperoleh  informasi  baru  dalam  mengidentifikasi  daerah-daerah  yang menjadi sasaran tanah longsor. Berikut proses perancangan metode SIG dalam memberikan informasi tingkat kerawanan longsor :
3.    Sempadan Sungai
Menurut PERMEN PU Dan Perumahan Rakyat Ri Nomor 28/Prt/M/2015  Tentang  Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. Garis sempadan sebagaimana ditentukan pada:
a.    Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
a)    paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
b)   paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c)    paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b.    Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
a)    Sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima ratus) Km2; dan ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
b)   Sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus) Km2. ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
c.    Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
d.   Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
e.    Mata air, ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.
4.    Kawasan Lindung
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a.    Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b.    Kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c.    Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d.   Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e.    Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.

E.  Sistem Informasi Geografi Dan Teknik Overlay
1.    Pengertian GIS/SIG
Nugraha, (2009: 15) Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.             
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan data geospatial. Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik dan dokumen lain yang berhubungan.
Data geospatial dibedakan menjadi data grafis (atau disebut juga data geometris) dan data atribut (data tematik). Data grafis mempunyai tiga elemen: titik (node), garis (arc), dan luasan (polygon) dalam bentuk vektor maupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi, dan arah.
Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating) yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang diinginkan dan merencanakan aplikasi.
2.    Teknik Overlay
Menurut E. Prahasta, (2001: 24-27) Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar II.4 berikut mengenai teknik overlay dalam GIS. Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak. 
           Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atributnya yaitu :
a)    Dissolve themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda. Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau atribut yang sama.
b)   Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1 buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-layernya saling menempel satu sama lain.
c)    Clip One Themes
Clip One themes yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan.Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang kecil beserta atributnya.
d)   Intersect Themes
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme.
e)    Union Themes
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut.
f)    Assign Data Themes
Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk fitur theme kedua ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang sama Secara mudahnya yaitu menggabungkan kedua tema dan atributnya.