BAB I
PENDAHULUAN
Sampah yang didefinisikan sebagai sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat, mulai
dari sumber penghasilnya mengalami serangkaian
aliran penanganan hingga berakhir di pemrosesan akhir.
Akhir-akhir ini sampah di Kota makassar
menjadi masalah yang semakin serius. Bayangkan saja sampah di Kota Daeng
ini bertebaran di mana-mana. Bahkan di tempat umum maupun di sepanjang jalan
raya sampah bertebaran di mana-mana. Walaupun telah disediakan tempat sampah di
hampir seluruh sudut-sudut kota tetapi tetap saja masalah sampah ini belum
teratasi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah sampah di kota ini.
Dalam penanganan masalah persampahan di kota
Makassar PEMKOT telah melakukan berbagai cara untuk masalah persampahan ini
baik dalam bentuk peraturan ataupun denda tentang masalah persampahan,
pemerintah juga terjun langsung ke masyarakat sehingga masyarakat dapat
langsung mengelola tentang masalah persampahan di di wilayahnya masing-masing.
2.
Tujuan
Penulisan
Untuk
mengetahui lebih mendalam bagaimana kondisi,permasalahan dan solusi
persampahan di kota Makassar?
3.
Rumusan
Masalah
1. Faktor-faktor
timbulnya masalah persampahan di kota Makassar?
2. Masalah
persampahan di kota Makassar?
3. Solusi
permasalahan sampah di kota Makassar?
BAB
II
PEMBAHASAN’
1.
Faktor-Faktor
Timbulnya Sampah Di Kota Makassar
A. status
kota Makassar sebagai kota metropolitan yang tidak hanya di Kawasan Indonesia
Timur tetapi juga di Kawasan Indonesia keseluruhan mendorong terjadinya arus
mobilitasasi penduduk ke Kota Makassar. Ini mengakibatkan kepadatan penduduk
Kota Makassar bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk ini berkorelasi
langsung terhadap sampah yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah penduduk suatu
daerah maka sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Selain itu,
kesejahteraan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari sampah yang
dihasilkan. Parahnya lagi, peningkatan penduduk ini tidak dibarengi dengan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pengendalian sampah “buanglah sampah pada
tempatnya”.
B. Kinerja
Dinas terkait yang menangani masalah sampah belum maksimal. Ketidakmaksimalan
ini menurut penulis disebabkan oleh armada yang masih sangat-sangat terbatas,
petugas sampah yang masih minim, dan ketidakseimbangan antara jumlah tempat
sampah yang tersedia dan banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Kendala ini bisa saja ditaktisi dengan melakukan kerja ekstra. Tetapi masalah
yang muncul kemudian sampah yang harusnya dipindahkan dari tempat sampah ke TPA
pada malam hari, dikerjakan pada siang hari itu akan berdampak pada masyarakat
sendiri. Truk sampah yang beroperasi pada siang hari dapat mengganggu
masyarakat sebagai pengguna jalan. Dari segi estetika ini juga tidak elok untuk
dikerjakan karena bau tak sedap yang dihasilkan sampah itu dapat menjalar
kemana-mana.
2.
Masalah Sampah Di Makassar
A.
Timbulan Sampah Perkotaan di Kota Makassar
Kota Makassar sedang merangkak menjadi kota
modern-metropolis di antara jargon-jargon “Water front City”, “Great
Expectation”, “Save Our City”, “Makassar untuk Semua”, “Kota Dunia 2025”, dan
semacamnya. Jargon-jargon itu sesungguhnya mempertegas bahwa kota Makassar
adalah wilayah yang menarik siapa saja untuk datang mengadu keberuntungan.
Investor dan kaum urban bertarung di dalam ruang kota yang luasnya hanya 175,77
km. Kenyataan kota yang semakin modern membawa implikasi langsung pada produksi
sampah (limbah).
Manusia setiap harinya menghasilkan sampah baik itu
sampah organic maupun sampah anorganik. Seiring dengan berkembangnya kota Makassar
maka perkembangan penduduk Kota Makassar pun akan semakin meningkat, hal
tersebut tentu saja meningkatkan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat Kota Makassar.Persoalan pengelolaan sampah menjadi rumit, serumit
dinamika sosial penduduknya. Akar persoalannya menjadi sistemik, di antara
perilku warga, aparat birokrasi, manajemen dan kebijakan pengelolaan sampah.
Penumpukan sampah mulai dari selokan, kanal, di TPS sampai ke TPA.
B.
Perubahan Gaya Hidup + Sampah
Globalisasi dan kapitalisasi kota adalah idiologi
besar yang dipraktekkan umumnya kelompok menengah dan elit sosial-ekonomi
kota. Pandangan hidup elit kota yang justru berpengaruh kuat sekali
membentuk ikon kota saat ini. Pasar-pasar modern, produk makanan kemasan dan
siap saji, hotel, tempat hiburan, dan kebebasan beriklan di mana saja yang
dikuasai elit pemodal besar, telah membentuk gaya hidup orang kota.
Orientasi nilai yang membentuk gaya hidup orang kota
adalah “cepat jadi, cepat saji, cepat habis”. Muncul persoalan baru ketika
produk kemasan plastik, kaleng, botol mendominasi jenis sampah perkotaan. Bahan
kandungan plastik dipakai pada hampir semua produk konsumtif orang kota, dari
produk elektronik, kendaraan bermotor, peralatan rumah tangga, mainan
anak-anak, peralatan belajar, hingga kemasan makanan dan minuman.
Budaya konsumsi yang serba instan dan boros energi
saat ini adalah ciri utama kemajuan ”orang kota”. Siklus hidup konsumtifisme
itu berujung pada buangan sampah. Celakanya, jenis sampah yang dibuang konsumen
kota itu umumnya adalah sampah an-organik, contohnya plastik. Di Indonesia,
khususnya di Makassar sampah paling bermasalah adalah plastik. Kebanyakan
sampah berbahan plastik menumpuk, menyebar, memampetkan selokan, bahkan
mengotori sungai dan pesisir kota.
C.
Timbulan sampah dan Status Kesehatan Masyarakat
Manusia setiap harinya menghasilkan sampah baik itu
sampah organic maupun sampah anorganik, sampah juga dapat mengakibatkan
terjadinya letusan wabah penyakit, untuk di Kota Makassar sampah adalah masalah
yang cukup kompleks dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kesehatan (
Abses dari pintu masuknya penyakit berbasis sampah).
Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa peneliti
yang meneliti tentang sampah kejadia penyakit berbasis sampah di Kota Makassar
adalah sebagai berikut :
a. Akibat pencemaran yang diakibatkan sampah: 65
%
b. Vector dari sampah: 45 %
D. Pembuangan
Limbah Industri dan TTU Kota Makassar
Berdasarkan hasil pemantauan sementara pembuangan
limbah industry dan TTU dari beberapa titik pemantauan dapat dilihat tidak
memenuhi syarat dan dapat menyebabkan adanya pencemaran lingkungan, yang akan
berdampak negative pada kelangsungan keseimbangan ekologis contohnya pada
lokasi pantai losari.
E.
Minimnya Partisipasi Masyarakat Kota Makassar
Sampah yang menjadi permasalahan di kota Makassar
dapat diatasi dengan sikap dan tindakan yang bersahabat dengan sampah,
diantaranya partisipasi masyarakat, turut sertanya pihak kelembagaan (swasta)
dan pemerintah agar permasalahan persampahan dapat teratasi secara menyeluruh. Namun
di kota Makassar minimnya partisipasi masyarakat yang ada sehinnga membuat
masalah persampahan tak kunjung selesai.
Sosialisasi seringkali tidak dibarengi dengan
penyediaan P/S yang memadai (contoh:
sosialisasi memilah sampah, namun tidak
disediakan wadah, gerobak, truk, dll yang
mendukung kegiatan tsb)
3.
Kendala Persampahan di Kota Makassar
A.
Partisipasi
Warga
a. Adanya
persepsi/anggapan bahwa pengelolaan sampah merupakan tanggungjawab pemerintah
kota, sehingga mengurangi tanggungjawab diri untuk memelihara kebersihan.
b. Peran serta
masyarakat kurang terarah dan hanya bersifat insidentil, misalnya dalam rangka
peringatan atau perayaan tertentu, kedatangan tamu agung, atau instruksi
atasan.
c. Partisipasi
warga dalam pengelolaan sampah tidak ditunjang oleh program dan anggaran yang
memadai dari dinas kebersihan dan lingkungan hidup. Alokasi anggaran yang ada
menceminkan rendahnya komitmen pemkot dalam mendorong keterlibatan warga dalam
pemecahan masalah sampah.
d. Belum ada
unit khusus dari pengelola kebersihan kota yang bertanggung-jawab dalam
penyusunan dan pelaksanaan program penyuluhan, motivasi peranserta warga, dan
mengembangkan model alternatif pengolahan sampah yang bermanfaat secara sosial,
ekonomis dan ramah lingkungan.
B.
Kinerja
Pelayanan Pemerintah
a. Manajemen
Pengangkutan
i. Keterbatasan
sarana penampungan sampah dalam pemukiman membuat warga terbiasa membuang
sampahnya di sembarang tempat atau di tanah kosong milik perorangan. Ironisnya
lagi, tidak banyak warga yang menyediakan tanahnya untuk TPS.
ii. Petugas
armada pengangkut sampah lambat mengangkat sampah yang menumpuk di tempat
pembuangan sampah sementara (bak, kontainer maupun tanah kosong). Akibatnya
sampah meluber ke jalan dan menyumbat selokan.
b. Teknologi
Pengolah Sampah Sangat terbatas penggunaan teknologi pengolah sampah untuk
tujuan sosial maupun komersial. Padahal sekitar 70% sampah di Makassar adalah
sampah organik, yang potensial diolah menjadi pupuk kompos. Sedangkan sampah
an-organik membutuhkan teknologi pendaur-ulang untuk mengurangi volumenya. Para
pemulung sebenarnya memerlukan mesin pencacah plastik untuk meningkatkan harga
jualnya.
c. Kinerja
Pelayanan
i.
Masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap masyarakat,
baik luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan, maupun jumlah sampah yang dapat
ditangani.
ii.
Anggaran pengelolaan sampah yang rendah serta tidak
transparannya konsep dan peruntukan retribusi sampah
iii.
Masih rendahnya upaya pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan sampah, baik itu dalam bentuk kontrak kerja sama, dukungan
pembiayaan, teknis dan manajemen, maupun bentuk kerja sama lainnya.
C.
Investasi
dan Teknologi
a. Langkanya
jumlah industri yang menerapkan konsep teknologi bersih dan konsep nirlimbah
b. Terbatasnya
jumlah industri yang memanfaatkan sistem dan teknologi daur ulang
c. Rendahnya
kepedulian Pelaku Usaha dalam memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan
4.
Solusi
Masalah Persampahan di Kota Makassar
Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan
kerja sama yang baik dari berbagai instansi/lembaga yang kompeten.
Seperti yang telah dilakukan oleh TNI yang mengadakan bakti sosial tiap
tahunnya untuk membersihkan kanal-kanal di Kota Makassar dari sampah-sampah.
Dari Pemkot Makassar sendiri selain menambah tempat sampah perlu juga dilakukan
sosialisasi “membuang sampah pada tempatnya”. Karena penambahan fasilitas tanpa
dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan membuat usaha-usaha yang dilakukan
menjadi percuma. Bagi masyarakat sendiri, marilah kita menjaga keindahan kota
kita yang tercinta ini dengan membuang sampah pada tempatnya. Kalau bukan kita
siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. “ORANG CERDAS MEMBUANG SAMPAH PADA
TEMPATNYA”.
Di Kota Makassar berdasarkan data yang masuk tahun
2014 pada Sub. Bagian Pengaduan pada Bagian Humas Sekretariat Kota Makassar,
total jumlah aduan pada bulan April, sebanyak 133 aduan, enam diantaranya
terkait kebersihan. Sedangkan di bulan Mei sebanyak 126 aduan, sembilan
diantaranya terkait masalah kebersihan. Pada tanggal 12 Juni pengaduan tentang
kebersihan mengalami peningkatan menjadi 13 aduan Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa masih kurangnya kebersihan lingkungan yang ada di Kota Makassar.
Berdasar dari permasalahan persampahan yang erat
kaitannya dengan kesehatan dan sesuai survey dilapangan, maka Walikota Makassar
dalam rangka mewujudkan Makassar Green And Clean membuat sebuah kebijakan
Makassar Tidak Rantasa (MTR) dengan gerakan “Lihat Sampah Ambil” Sebagai bentuk
solusi untuk menangani permasalahan kebersihan yang ada sehingga
mulai di kenalkan kepada masyarakat pada tingkat sekolah sekolah yang ada di
Kota Makassar.
Lemahnya peraturan dilihat dari belum jelasnya sanksi
yang dikenakan kepada pelaku pembuang sampah sembarang. Selain itu juga
Pelaksanaan Perda belum optimal
contohnya Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun
2011.
Kebijakan penanggulangan kebersihan yang dilaksanakan
selama ini seperti melaksanakan sosialisasi tentang pentingnya kebersihan dan
manfaatnya terhadap kesehatan sebagai langkah antisipatif agar timbulnya
penyakit dapat dihindari serta dapat memberikan manfaat terhadap keindahan
kota. Namun hal tersebut sepertinya belum maksimal dikarenakan masih banyaknya
sampah yang sering dijumpai disekitar kita. Hal tersebut terjadi disebabkan
karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pola hidup sehat.
Perilaku sebagian masyarakat yang sudah terbiasa
melakukan pembiaran terhadap pola hidup tidak bersih menjadikan mereka tidak
merespon kebijakan-kebijakan terkait dengan kebersihan atau kesehatan yang
sudah ada.
Alternatif kebijakan yang kami tawarkan adalah
kebijakan tentang pentingnya memelihara kebersihan disertai dengan adanya efek
jera kepada masyarakat yang biasanya tidak disiplin untuk lebih sadar dalam
penerapan pola hidup sehat.
Apabila ada masyarakat yang kedapatan membuang sampah
disembarang tempat akan dikenakan denda hingga Rp. 5.000.000,-baik mereka
ditemukan oleh pemerintah (Dinas terkait) ataupun masyarakat biasa. Orang yang
menemukan dan melaporkan hal tersebut kepada petugas akan mendapatkan reward
berupa uang sebesar seperdua dari total jumlah denda terlapor dan perlindungan
dari pemerintah.
Pemberlakuan kebijakan yang demikian menurut kami
dapat memberikan efek jera kepada masyarakat untuk mengubah perilaku yang
sebelumnya terbiasa dengan pola hidup tidak bersih. Sehingga ekspektasi dari
pemberlakuan penambahan kebijakan tersebut dapat memicu terciptannya tatanan
Kota Makassar yang indah, rapih, sehat dan jauh dari sumber penyakit.
Tetapi dengan belum meratanya proses sosialisasi
Gerakan Lihat Sampah Ambil kepada masyarakat di Kota Makassar, sehingganya
masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang kebijakan tersebut. Ada
beberapa orang yang kami sengaja wawancarai untuk menanyakan apa itu LISA ,
dari 20 orang yang di wawancarai sekitar 7 orang saja yang mengetahui tentang
arti dari LISA tersebut.
Selain itu, beberapa orang yang kami wawancarai
tersebut masih belum mengetahui hasil akhir gerakan Lihat Sampah Ambil ini.
Mereka tidak mengetahui sampah ini akan di bawa kemana pada saat LISA sudah
diterapkan.
kebijakan tersebut harus dibarengi dengan
kebijakan-kebijakan lainnya sebagai kebijakan pendukung yaitu :
1. RT
RW perkotaan Kota Makassar
RT RW perkotaan telah mengatur bagaimana tata letak
perkotaan, dengan adanaya lajur pertumbuhan Kota yang cukup dasyat sehingganya
ruang gerak perkotaan semakin sempit, hal ini yang dapat berdampak pada
kemacetan lalu lintas, kemacetan lalu lintas, serta berkurangnya ruang terbuka
hijau untuk menangkal polutan yang ada, RT RW yang ada kami menggap belum
maksimal berjalan karena kebijakan-kebijakan pembangunan lainnya belum dapat
berjalan sebagaimana mestinya
2. AMDAL
Amdal adalah suatu rekomdeasi
izin lingkungan yang dimana suatu kegiatan yang dapat berdampak lingkungan
wajib memiliki AMDAL, fungsi AMDAL adalah untuk melindungi dan melestarikan
kelestarian dan keseimbangan ekologi, pengembangan perkotaan tidak terlepas
dari AMDAL, kesalahan pengeanlisisan AMDAL akan mempunyai dampak negative
secara langsung terhadap keseimbangan ekologi. Untuk kota Makassar ada beberapa
lokasi titik pemantauan yang kami observasi terjadi kesalahan yang dimana
pembangunan kawasan TTU yang wajib AMDAL tidak mengikuti apa yang tertera di
dalam dokumen, seperti pembuangan air limbah langsung di buang ke laut, dll.
3. Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan
Prinsip retribusi adalah kesetaraan antara hak dan
kewajiban. Pemerintah menyediakan pelayanan dan karena itu, penerima layanan
berkewajiban membayar jasa pemerintah. Hanya saja, retribusi bersifat “take and
give” (imbal-jasa). Besar-kecilnya imbal jasa yang diterima pemerintah sangat
ditentukan oleh tingkat kepuasan pengguna jasa. Sejauh ini pemerintah kota
Makassar mengumpulkan retribusi dari pelayanan pengangkutan sampah, pelayanan
rumah tangga, tempat hiburan, rumah praktek dokter, apotek, ruko, salon
kecantikan, tukang cukur, penjahit, dan bengkel, warung/kedai. Pemasukan
Pemkot dari retribusi tersebut tahun 2008 sebesar Rp 1.859.526.000 dari total
PAD Rp 2.502.039.000. Sementara total anggaran belanja untuk dinas pengelolaan
lingkungan hidup dan keindahan tahun ini sebesar Rp 32.211.681.000. Defisit
anggaran Rp 29.709.642.000 ditutupi oleh DAU pemerintah pusat.
Anggaran program pengembangan kinerja pengelolaan
persampahan sebesar Rp 15.135.817.000 dianggarkan dari DAU. Pos anggaran ini
bisa dipakai untuk mengukur kinerja pelayanan dinas dalam urusan pengelolaan
sampah dalam arti luas, misalnya keseimbangan antara belanja aparat, peralatan
dan pemeliharaan dibandingkan dengan belanja program/pelayanan yang langsung
dirasakan maupun dimanfaatkan (dikelola) warga kota.
Total anggaran program sebesar Rp 15,1 milyar itu
dibelanjakan untuk 4 kegiatan:
(1) penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan
persampahan sebesar Rp 4.3 milyar; (2) peningkatan operasi dan pemeliharaan Rp
10,3 milyar; (3) pengembangan teknologi pengolahan sampah Rp 0,0; (4) belanja
modal pengadaan konstruksi gedung TPA Rp 460 juta.
Jika ditelusuri lebih jauh, hanya 3 sub kegiatan yang
langsung berdampak pada pelayanan kepada warga kota, yakni pembersihan
saluran/parit; penyapuan dan pengumpulan sampah; pengangkutan sampah dengan
total anggaran Rp 7,1 milyar. Di dalam anggaran ini sebenarnya ada komponen
pembiayaan (upah/gaji) petugas pembersihan, penyapuan dan pengangkutan sampah.
Sementara sub kegiatan pengelolaan sampah yang berbasis warga tidak/belum
dianggarkan. Artinya, dari sisi pembelanjaannya, anggaran program Rp 15,1
milyar itu belum memenuhi tingkat kepuasan warga kota. Apalagi jika diuji di
tingkat lapangan, dimana banyak sampah yang menumpuk di pemukiman, di pasar,
terminal dan di jalanan karena lambannya petugas serta minimnya sarana. Dengan
begitu, kinerja pelayanan dinas termasuk rendah atau aparaturnya boros
anggaran.
4. Orientasi
Adipura
Kinerja pelayanan dinas kebersihan dan keindahan kota
adalah satu faktor penentu sukses tidaknya kota Makassar memperoleh piala
Adipura. Masyarakat lepas tangan dari persoalan ini karena usaha meraih adipura
lebih kuat keinginan dinas/pemkot dari pada warga kota. Drainase mampat, kanal
semakin dangkal dan airnya kotor, tanah kosong jadi tempat sampah, bak
penampungan sampah luber dan busuk. Tahun ini pemerintah kota menganggarkan sedikitnya
Rp 327 juta untuk membiayai kegiatan berorientasi adipura. Sekitar Rp 287 juta
dihabiskan untuk koordinasi, pemantauan, pengendalian, sosialisasi, dan
monitoring penilaian adipura/kota sehat. Sebesar Rp 39.325.000 digunakan untuk
lomba-lomba kebersihan. Alokasi anggaran seperti ini menunjukkan bahwa program
adipura adalah urusan dinas/pemkot kepada pemerintah pusat, yang terpisah dari
warganya.
Sudah saatnya orientasi Adipura itu digeser menjadi
strategi pemecahan masalah sampah dan pencemaran lingkungan hidup. Prioritas
pencapaiannya bukan pada penghargaan adipura, tetapi tingkat partisipasi dan
kesadaran warga (komunitas) dalam mengatasi dan mengelola sampah di wilayah
masing-masing. Termasuk, bagaimana mendorong aparatur pemerintah kota sungguh-sungguh
menata lingkungan dan mengelola sampah di kantor-kantornya.
Selain itu juga haruslah ada kebijakan yang menjamin
peran serta warga dalam mengelola persampahan yaitu :
1. Kebijakan yang Menjamin Partisipasi Warga
Program pengelolaan sampah dan lingkungan hidup di
kota Makassar masih top-down. Perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah.
2. Peran-serta ala Pemulung Warga kota yang paling
tinggi partisipasinya dalam mengatasi persoalan pengelolaan sampah di Makassar
adalah para pemulung. Poylema (2005) membagi 4 kategori pemulung, yakni:
(a) pemulung jalanan yang sanggup mengumpulkan barang
bekas rata 13,6 ton sebulan;
(b) pemulung tetap di TPA mengumpulkan barang bekas
rata-rata 14,8 ton sebulan;
(c) pemulung musiman mengumpulkan barang bekas
rata-rata 8 ton sebulan;
(d) pemulung tidak kentara 1,7 ton sebulan.
Saat ini diperkirakan lebih dari 1.000 pemulung di
kota Makassar. Mereka ini sejak pagi hingga malam hari memungut, mengumpul,
menyortir, dan menjadikan sampah sebagai sumber penghasilan (pokok).
Sepantasnya jika strategi pelibatan warga dalam pengelolaan sampah belajar dari
pengalaman para pemulung.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
a. Masalah kebersihan lingkungan
adalah masalah yang kompleks dan mempunyai pengaruh pada kesehatan masyarakat
sehingganya perlu adanya penanganan yang efektif
b. Kebijakan penanggulangan
kebersihan yang dilaksanakan selama ini seperti melaksanakan sosialisasi
tentang pentingnya kebersihan dan manfaatnya terhadap kesehatan sebagai langkah
antisipatif agar timbulnya penyakit dapat dihindari serta dapat memberikan
manfaat terhadap keindahan Kota. Namun hal tersebut sepertinya belum maksimal
dikarenakan masih banyaknya sampah yang sering dijumpai disekitar kita. Hal
tersebut terjadi disebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
meningkatkan pola hidup sehat.
c. Kebijakan Lihat sampah ambil belum
efektif berjalan, karena masih banyak masyarakat yang masih membuang sampah
bukan pada tempatnya dan belum adanya petunjuk tehnis yang jelas mengenai
program ini.
d. Kebijakan Lihat sampah ambil di
dukung oleh kebijakan-kebijakan lainnya sebagai pendukung kebijakan yang ada
2. REKOMENDASI
a. Dari permasalahan peraturan yang
masih lemah usulan rekomendasi adalah Penguatan Penegakan hukum/peraturan
bidang persampahan ,
Sosialisasi dan advokasi peraturan bidang
persampahan ke Pemda dan masyarakat serta pihak terkait.
b. Dari permasalahan timbulan sampah
usulan rekomendasi adalah Peningkatan penanganan sampah di sumber,
Peningkatan penerapan 3R, Pemberian insentif bagi kelurahan
dan kecamatan yang berhasil meningkatkan 3R
dan volume sampah yang ditangani di sumber.
c. Pemerintah Kota dan SKPD nya serta
Dinas terkait harus saling bersinergi dalam mewujudkan tujuan dari kebijakan
Lihat Sampah Ambil dengan mulai mengimplementasikan kebijakan tersebut mulai
dari diri dan lingkungannya.
d. Pemerintah Kota dan SKPD nya serta
Dinas terkait harus saling bersinergi dalam mensosialisasikan kebijakan ini dan
melakukan evaluasi secara berkala.
e. Kebijakan yang ada harus seiring
dengan kebijakan-kebijakan lainnya seperti RT RW perkotaan, serta AMDAL kawasan
perkotaan
DAFTAR
PUSTAKA
Survey
Lapangan