Kamis, 21 Juli 2016

PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERBASIS KOMODITI UNGGULAN DI KECAMATAN ALLA KABUPATEN ENREKANG





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Indonesia disebut Negara agraris, karena kurang lebih 75% penduduknya hidup di pedesaan dan sebagian besar yang menggantungkan hidupnya pada sector pertanian.  Agropolitan merupakan kawasan ekonomi berbasis pertanian dan dicirikan komoditi unggulan, dengan batasan skala ekonomi/skala usaha tanpa dibatasi wilayah administrasi. Sasaran dalam pengembangan kawasan agropolitan ini adalah mewujudkan kawasan agroplitan dan berkembangnya ekonomi lokal yang berbasis produk unggulan daerah yang efektif, efisien, transparan dan berkelanjutan.  
Dampak pengembanagan kawasan agropolitan dapat memberikan kesejahteraan masyarakat. Konsep ini diyakini mampu mengangkat martabat masyarakat setempat dengan meningkatkan kemampuan perekonomian mereka. kawasan agropolitan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan sektor pertanian mengangkat perekonomian masyarakat didukung oleh ketersediaan sumber daya aLam yang memadai. Ketersediaan lahan yang subur memungkinkan pengembangan berbagai komoditas, baik komoditas tanaman pangan dan hortikuttura maupun berbagai komoditas pertanian lainnya.
Kondisi sektor pertanian yang menonjol dalam struktur ekonomi kabupaten enrekang sangat relevan apabila sektor pertanian dikembangkan sebagai sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ekonomi daerah. Dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP) menetapkan visi kabupaten enrekang adalah sebagai daerah agropolitan yang mandiri, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada tahun 2028.
Luas potensi pengembangan pertanian di kabupaten enrekang mencapai 68.331 Ha,dan yang termanfaatkan sebesar 55.507 Ha. Kecamatan Alla yang dengan Luas wilayah 34,66 Km2 , yang sebagian besar wilayahnya adalah wilayah pertanian dengan luas 303 Ha, dengan jumlah produksi 15.048 Ton/tahun. Dengan ditetapkannya Kecamatan Alla sebagai kawasan agropolitan di kabupaten enrekang pada tahun 2011-2031, dan  maka perlu adanya pengembangan kawasan agropolitan yang berbasis pada sektor unggulan untuk dapat menunjang kesejahteraan rakyat. Untuk itu maka dibutuhkan ketersedian saran dan prasarana untuk dapat menunjang dan meningkatkan kawasan agropolitan. Berdasarkan uraian di atas perlu penulis mengangkat judul Pengembangan Kawasan Agropolitan Terhadap Produksi Komuditi Unggulan Di Kecamatan Alla  Kab.Enrekang.

B. Rumusan Masalah
1.  Bagaimana pengaruh peningkatan produksi komuditi unggulan terhadap pengembangan kawasan agropolitan terhadap di kecamatan Alla  Kab.Enrekang.
2.  Bagaimana pengaruh sarana dan prasarana terhadap pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan Alla  Kab.Enrekang.

C.  Tujuan Penilitian
1.  Untuk mengetahui peningkatan produksi komuditi unggulan terhadap pengembangan kawasan agropolitan terhadap di kecamatan Alla  Kab.Enrekang.
2.  Untuk mengetahui terhadap pengembangan sarana dan prasarana kawasan agropolitan terhadap di kecamatan Alla  Kab.Enrekang.



D. Manfaat Penilitian
1.  Dari hasil penilitian ini, maka diharapkan dapat membantu pemerintah setempat dalam mengembangkan kawasan agropolitan di Kecamatan Alla , Kab.Enrekang.
2.  Sebagai mahasiswa kami berharap dari penilitian , dapat menjadi bahan masukan bagi Pemda setempat, pembelajaran dan pertimbangan untuk tugas selanjutnya.

E.  Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penelitian berlokasi di KabupatenAlla  KabupatenEnrekang dengan mmruang lingkup penelitian mengenai pengembangan agrowisata.  Dengan lingkup varaibel yang diteliti yakni peningkatan produksi komuditi dan pengembangan sarana dan prasarana. Sehingga dalam hal ini mka dapat dijadikan  sebagai arahan pengembangan kawasan agropolitan terhadap peningkatan produksi komuditi unggulan di kecamatan Alla  Kab.Enrekang.

F.  Sistematika Laporan
Dalam penulisan laporan ini dilakukan dengan mengurut data sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kegunaan, sehingga semua aspek yang dibutuhkan dalam proses selanjutnya terangkum secara sistematis, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang Latar belakang,, rumusan masalah, tujuan, manfaat serta sistematika laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA                
Bab ini membahas tentang landasan teori, hubungan antara variabel, studi empiris, perspektif Al-Qur’an, Kerangka Fikir, dan Hipotesis.

BAB III METODOLGI PENELITIAN
Tentang lokasi penelitian, jadawal penilitian, jenis dan sumber data, pengumpulan data, variable penelitian , metode analisis penilitian, defenisi operasional, dan kerangka fikir.
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH
Memuat tentang data atau informasi yang di dapat dilapangan berupa gambaran umum kecamatan berupa kondisi fisik dan penggunaan lahan, karakterisitik social kependudukan, karakteristik kegiatan ekonomi serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi khususnya penunjang kawasan agropolitan.
BAB  V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat tentang analisis sector unggulan(lq), dan analisis sklaogram.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran pada penilitian yang dikerjakan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1.    Agropolitan
a.  Kawasan Agropolitan
Agropolitan terdiri dari dua kata, agro dan politan (polis). Agro berarti pertaian dan politan berarti kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota daerah lahan pertanian ataupun pertanian di kota. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu program,  mulai dari perencanaan yang tepat sudah nampak untuk keberhasilan  selanjutnya.  Sejak  tahap  permulaan  pembangunan  sampai  saat  ini  sektor  pertanian  adalah  sektor  yang  selalu  menjadi  pusat  perhatian,  karena  merupakan  sektor  penting  yang  mendukung  perekonomian  nasional  di  Indonesia.  Hal  ini  didasarkan  pada  pertimbangan  bahwa  sektor  ini  selain  dapat  meningkatkan  Produk  Domestik  Bruto  (PDB)  juga  memberikan  kesempatan  kerja  bagi  kebanyakan  tenaga  kerja  yang tidak atau kurang terdidik dan terampil.

b.    Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan issue dan permasalahan pembangunan perdesaan yang terjadi, pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan agropolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membetuk Kawasan Agropolitan. 
Disamping itu, Kawasan agropolitan ini juga dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (lihat gambar 1).
Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan. Dengan demikian tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan.
Disamping itu, pentingnya pengembangan kawasan agropolitan di Indonesia diindikasikan oleh ketersediaan lahan pertanian dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar petani, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi). Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena kondisi ini sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi, mengingat pengembangan kawasan agropolitan ini menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial local (local social culture).
Gambar 1

Konsepsi Pengebangan Kawasan Agropolitan



Keterangan:
Penghasil Bahan Baku
Pengumpul Bahan Baku
Sentra Produksi
Kota Kecil/Pusat Regional
Kota Sedang/Besar (outlet)
Jalan & Dukungan Sapras
Batas Kws Lindung, budidaya, dll
Batas Kws Agropolitan







Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud (lihat gambar 2).
Gambar 2
Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam
Konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi, perlu disusun Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan program pengembangan.  Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah  :
1.    Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986) :
a.  Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center).
b.  Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services).
c.  Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market). 
d.  Pusat industri pertanian (agro-based industry).
e.  Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment).
f.   Pusat agropolitan dan hinterlannya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten).
2.  Penetapan unit-unit kawasa pengembangan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986) :
a.  Pusat produksi pertanian (agricultural production).
b.  Intensifikasi pertanian (agricultural intensification).
c.Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services).
d.  Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification).
3.  Penetapan sektor unggulan:
a.  Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya.
b.  Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal).
c.  Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.
4.    Dukungan sistem infrastruktur
Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
5.    Dukungan sistem kelembagaan.
a.    Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat.
b.    Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan agropolitan.
Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan produksi pertanian berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan.



2.    Komoditi Unggulan 
Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan, 2001). Sedangkan sektor unggulan menurut  Tumenggung (1996) adalah sektor yang memiliki keunggulan komperatif  dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor (Mawardi, 1997).
3.    Sarana dan prasarana
1.  ) Standarisasi Penyediaan Sarana
Infrastuktur wilayah berupa sarana harus memenuhi standarisasi penyediaan dan kelayakan sarana. Dalam ruang lingkup perkotaan maupun pedesaan, sarana terakomodasi ke dalam sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana pelayanan umum. Adapun standarisasi penyediaan sarana yakni sebagai berikut;
a.    Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Analisis kebutuhan fasilitas pelayanan umum guna pelayanan kepada masyarakat secara makro, seperti kantor administrasi, kantor pos, telepon umum, balai pertemuan, MCK dan parkir umum. Sesuai dengan fungsi kota dan kebutuhan perkembangan penduduk kota, maka fasilitas yang dibutuhkan diasumsikan memenuhi standarisasi penyediaan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum seperti pada tabel 2.1. berikut;
                   Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimun Sarana Perkantoran
No.
Sarana Pemerintahan
dan Pelayanan Umum
Jumlah Penduduk Pendukung
Luas Lahan (ha)
1.
Parkir umum + MCK
2.500 jiwa
0,02
2.
Balai Pertemuan
2.500 jiwa
0,06
3.
Kantor Camat
-
0,2
4.
Kantor Lurah
-
0,1
5.
Kantor Pos Pembantu
-
0,02
6.
Pos polisi
-
0,04
7.
Kantor Koramil
-
0,04


S


Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
b.    Fasilitas Pendidikan
Pendidikan formal mempunyai beberapa tingkatan/jenjang yaitu taman kanak – kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU). Rencana kebutuhan fasilitas pendidikan maupun fasilitas sosial ekonomi lainnya didasarkan pada standar perencanaan kebutuhan sarana kota, dengan standar luasan yang berpedoman pada standar-standar  seperti pada tabel 2.2 sebagai berikut;











 Tabel 2.2. Standar Pelayanan Minimun Sarana Pendidikan
No
Sarana Pendidikan
Penduduk Pendukung
Luas Lahan (Ha)
Daya Tampung
1
TK
1.000
0,025
2 ruang kelas (jumlah murid tiap kelas adalah 40 jiwa)
2
SD
1.600
0,2
6 ruang kelas (jumlah murid tiap kelas adalah 40 jiwa)
3
SMP
4.800
0,9
Pengalokasian dikelompokkan dengan taman dan lapangan olahraga. Standar jumlah murid adalah 40 murid/kelas.
4.
SMA
4.800
1,25
30 murid/ruang kelas dengan pengembangan sesuai kondisi alam dan ketersediaan lahan ditambah taman dan lapangan olahraga.
                Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
c.      Fasilitas Kesehatan
Kualitas sumberdaya manusia juga akan ditentukan oleh tingkat kesehatan penduduk yang harus ditunjang dengan penyediaan fasilitas kesehatan untuk pelayanan pada penduduk. Oleh karena itu penyediaan fasilitas kesehatan di kawasan perencanaan perlu mendapat prioritas tersendiri mengingat betapa pentingnya ketersediaan infrastuktur ini. Adapun standarisasi jenis-jenis fasilitas kesehatan dari segi jumlah penduduk dan luas lahan yakni dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut;


   Tabel 2.3. Standar Pelayanan Minimun Sarana Kesehatan
No
Sarana Kesehatan
Penduduk Pendukung (jiwa)
Luas lahan (ha)
Radius Pencapaian
1
Pustu
6.000
0,005
1.500 m
2
Tempat Praktek Dokter
5.000
0,05
1.500 m
3
Posyandu
750
0,15
2.000 m
4
Balai Pengobatan
3.000
0,03
-
5
BKIA/RS Bersalin
10.000
0,65
2.000 m
6
Puskesmas
30.000
0,65
2.000 m
7
Rumah Sakit
240.000
8,44
-
8
Apotek
10.000
-
1.500 m
                Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
d.     Fasilitas Peribadatan
Penghitung kebutuhan fasilitas peribadatan di kawasan perencanaan disesuaikan dengan jumlah penduduk pemeluk agama yang ada. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut agama di kawasan perencanaan menunjukkan bahwa sekitar 98,6 % memeluk agama Islam dan selebihnya beragama Kristen dan Hindu (1,4 %). Hal ini berarti penyediaan fasilitas peribadatan bagi pemeluk agama islam lebih diprioritaskan, yang berupa Masjid dan Mushollah dengan standar pada 2.4 berikut;
  Tabel 2.4.Standar Pelayanan Minimun Sarana Peribadatan
No
Sarana Peribadatan
Jumlah Penduduk Pendukung
Luas Lahan (Ha)
1.
Masjid
5.000 jiwa
0,35
2.
Mushallah/Langgar
2.500 jiwa
0,06
             Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005



e.     Fasilitas Perdagangan
Dalam prospek perencanaan, perkembangan suatu kota ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi kota dan tingkat perkembangan ekonomi itu sendiri dapat diketahui dengan melihat ketersediaan sarana ekonomi untuk melayani kebutuhan penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi. Fasilitas perekonomian yang dimaksud disini adalah fasilitas pelayanan kegiatan perbelanjaan sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan kawasan perencanaan pada masa datang, dapat dialokasikan jenis – jenis fasilitas perdagangan berdasarkan kriteria standar menurut pengelompokan distribusi penduduk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut;
                   Tabel 2.5. Standar Pelayanan Minimun Sarana Perdagangan
NO
Sarana Perdagangan
Jumlah Penduduk Pendukung
Luas Lahan (Ha)
1
Pertokoan
2.500 jiwa
0,24 Ha
2
Warung/Kios
250 jiwa
0,1 Ha
               Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
f.       Fasilitas Olahraga dan Ruang Terbuka
Fasilitas olahraga dan ruang terbuka adalah semua bangunan dan taman yang digunakan untuk kegiatan olah raga dan rekreasi, fasilitas ini merupakan fasilitas yang cukup penting mengingat fungsinya dalam mengurangi kepadatan kawasan permukiman. Fasilitas ini terdiri dari lapangan olah raga, tempat bermain dan jalur hijau.
Lokasi fasilitas ini umumnya terletak di tengah – tengah lingkungan permukiman terutama untuk taman. Menurut standar perencanaan lingkungan permukiman kota, kebutuhan fasilitas olah raga dan ruang terbuka kawasan perencanaan dapat dilihat pada tabel 2.6 sebagai berikut;
      Tabel 2.6. Standar Pelayanan Minimun Sarana Olahraga dan Ruang Terbuka
No
Sarana Olahraga dan RTH
Jumlah Penduduk Pendukung
Luas Lahan (Ha)
1.
Taman
250 jiwa
0,05
2.
Taman Tempat Bermain
2.500 jiwa
0,25
3.
Lapangan Olahraga
-
1,8
      Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
2.  ) Standarisasi Penyediaan Prasarana
Memperhatikan ketersediaan dan kelayakan prasarana merupakan salah satu poin mewujudkan perencanaan berbasis kesejahteraan. Prasarana suatu wilayah atau kota selalu mengikuti tata ruang sebab prasarana adalah merupakan bagian dari ruang. (Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, hal.18, Edisi Ketiga Tahun 1986 Penerbit ITB oleh Johara T.Jayadinata ). Aspek-aspek penataruangan seperti penetapan status kawasan, sarana hingga prasarana telah diatur oleh UU penataruangan, RTRWN, dan acuan penyediaannya dalam wilayah yang disebut standarisasi. Standarisasi penyediaan prasarana menjadi acuan tentang apa dan bagaimana prasarana tersebut dapat melengkapi dan memenuhi konsonan tata ruang wilayah/kota. Adapun standarisasi penyediaan masing-masing jenis prasarana pada suatu wilayah/kota yakni sebagai berikut :



a.     Prasarana Jalan
1)     Prasarana Jalan Kolektor
Karakter dari Prasarana jalan kolektor adalah jalan yang berfungsi sebagai pengumpul lalu lintas dari Prasarana jalan lokal untuk disalurkan ke Prasarana jalan arteri. Dengan kata lain Prasarana jalan ini akan merupakan penghubung jalan arteri dengan jalan lokal.Selain itu jalan yang memotong Prasarana jalan ini sedapat mungkin dibatasi oleh kendaraan yang melintasinya. Jalan ini direkomendasikan berkecepatan lebih rendah dari kecepatan kendaraan pada jalan arteri.
2)     Prasarana Jalan Lokal
Prasarana jalan lokal adalah jalan yang berfungsi menampung lalu lintas dari jalan tertentu yang terlayani oleh jalan lingkungan,dan selanjutnya akan disalurkan ke Prasarana jalan kolektor. Adapun karakter dari jalan lokal adalah jarak perjalanannya atau identik dengan panjang jalan ini relatif pendek dan jalan memotongnya (dapat saja berupa gank/lorong) tidak dibatasi.selain itu direkomendasikan lebih mudah dari ketentuan yang diberlakukan pada Prasarana jalan kolektor maupun arteri.
Untuk hierarki jaringan jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kecepatan kendaraan, lebar jalan dan garis sempadan jalan, yang dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut ini :     
            
         
  Tabel 2.7. Jalan Berdasarkan Kecepatan Kendaraan, Lebar dan GSJ
No
Hirarki Jalan
Kecepatan Kendaraan
Minimal Lebar Jalan
1.
Arteri Primer
>­ 60 km/jam
> 8 m
2.
Arteri sekunder
>­ 30 km/jam
> 7 m
3.
Kolektor Primer
> 40 km/jam
> 7 m
4.
Kolektor Sekunder
> 20 km/jam
> 7 m
5.
Lokal Primer
> 30 km/jam
> 6 m
6.
Lokal Sekunder
> 10 km/jam
> 5 m





 Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
Selain itu, jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus disediakan ditetapkan menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun berdasarkan hirarki jalan, fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan perumahan.
Jalan perumahan yang baik harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan bermotor. Selain itu harus didukung pula oleh ketersediaan prasarana pendukung jalan, seperti perkerasan jalan, trotoar, drainase, lansekap, rambu lalu lintas, parkir dan lain-lain.
b.     Prasarana Drainase
Prasarana drainase primer dan sekunder harus mempunyai kapasitas tampung yang cukup untuk menampung air yang mengalir dari area kasiba dan kawasan sekitarnya. Saluran pembuangan air hujan dapat dibangun secara terbuka dengan ketentuan sebagai berikut:
1)        Dasar saluran terbuka ½ lingkaran dengan diameter minimum 20 cm atau berbentuk bulat telur ukuran minimum 20/30 cm;
2)        Bahan saluran terbuat dari tanah liat, beton, pasangan batu bata dan atau bahan lain;
3)        Kemiringan saluran minimum 2 %;
4)        Tidak boleh melebihi peil banjir di daerah tersebut;
5)        Kedalaman saluran minimum 30 cm;
6)        Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah harus dilengkapi dengan lubang kontrol dan pada bagian saluran yang lurus lubang kontrol harus ditempatkan pada jarak maksimum 50 (lima puluh) meter;
7)        Saluran tertutup dapat terbuat dari PVC, beton, tanah liat dan bahan-bahan lain;
8)        Untuk mengatasi terhambatnya saluran air karena endapan pasir/tanah pada drainase terbuka dan tertutup perlu bak kontrol dengan jarak kurang lebih 50 m dengan dimensi (0,40x 0,40x 0,40) m3; Setiap lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan atau kotoran yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup seperti:
a)         Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 2 tahunan.
b)        Saluran pembuangan air hujan dapat merupakan saluran terbuka atau tertutup.
c)         Apabila saluran dibuat tertutup, maka tiap perubahan arah harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa, pada saluran yang lurus lubang periksa harus dibuat tiap jarak minimum 50 meter.
d)         
             Tabel 2.8. Standar Perencanaan Prasarana Drainase
No
Kemiringan Lahan
Kerapatan Saluran (m/100 Ha)
Ket
Primer
Sekunder
Tersier
Tot
1
2
3
4

0-2 %
2-5 %
5-15 %
15-40 %

800
600
480
320

5100
4080
3060
2040

14100
11280
8460
5640

20000
15960
12000
8000
V min 0,6 m/dt
V mak 2.5m/dt
5
> 40 %
Tidak Direkomendasikan
      Sumber : Standar Nasional Indonesi Tahun 2004
Selain itu, lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan drainase sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/ perundangan yang telah berlaku. Salah satu ketentuan yang berlaku adalah SNI 02-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum drainase perkotaan yang memuat bagian dari jaringan drainase seperti pada tabel 2.9 berikut :
Tabel 2.9. Bagian Prasarana Drainase
Sarana
Prasarana

Badan penerima air
Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)
Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akifer)



Bangunan Pelengkap
Gorong-gorong
Pertemuan saluran
Bangunan terjunan
Jembatan
Street inlet
Pompa
Bangunan pelengkap
Pintu air
     






Sumber: SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan



c.      Prasarana Air Bersih
Air bersih memegang peranan penting sebagai kebutuhan pokok dan utama penghidupan dan kehidupan penduduk di kawasan perencanaan. Beberapa sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh penduduk kawasan perencanaan bersumber dari air permukaan (sungai) dan dari mata air pegunungan yang dikelolah oleh PDAM dan masyarakat. Sasaran rencana kebutuhan air bersih dikategorikan berdasarkan jumlah kebutuhan penduduk pendukung dan kebutuhan aktivitas perkotaan.
Standar hidrant dan sarana pemadam kebakaran pada umumnya dalam satu kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidrant. Ketentuan dalam penempatan hidrant yaitu:
1)        Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
2)        Radius pelayanan maksimum 100 meter;
3)        Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari;
Adapun standarisasi kebutuhan air bersih berdasarkan jenis-jenis fasilitas wilayah termasuk sasaran penggunaanya, dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut :
          Tabel 2.10. Standar Kebutuhan Air Bersih
No
Fasilitas
Kebutuhan
1
Perumahan
60 liter/orang/hari

2

Fasilitas Pendidikan
ü  STK 10 liter/orang/hari
ü  SD  10 liter/orang/hari
ü  SLTP 10 liter/orang/hari
ü  SLTA 10 liter/orang/hari


3


Fasilitas Kesehatan
Rumah sakit bersalin 5.000 liter/hari, Puskesmas 3.000 liter/unit/hari, PUSTU 1.500 liter/unit/hari. Balai pengobatan 8.000 liter/unit/hari. Tempat praktek dokter 300 liter/unit/hari dan Apotik 30 liter/unit/hari.
4
Pemerintahan dan PU
(kantor lingkungan, kantor pos, parkir umum

ditambah MCK) 1000 liter/orang/hari

5

Fasilitas Peribadatan
ü  Mesjid 3500 liter/orang/hari
ü  Mushallah 2000 liter/orang/hari
6
Fasilitas Perekonomian
Fasilitas perekonomian menurut jenisnya adalah warung 250 liter/unit/hari, pertokoan 10.000 liter/unit/hari dan pusat perbelanjaan 86 m3 /ha/hari.


7


Fasilitas Olahraga dan rekreasi
Balai pertemuan 1.000 liter/unit/hari, gedung serbaguna 10.000 liter/unit/hari, taman untuk bermain untuk 250 jiwa membutuhkan 1.000 liter/unit/hari, taman untuk 2.500 jiwa membutuhkan 5.000 liter/unit/hari dan lapangan olahraga 10.000 liter/unit/hari.
                  Sumber : Standar Nasional Indonesi Tahun 2004
d.     Prasarana Listrik
Keseluruhan kebutuhan energi listrik di kawasan perencanaan berdasarkan standar perencanaan lingkungan perkotaan kebutuhan listrik adalah :
1)        Perumahan dengan golongan tipe A adalah 1.300 Watt/unit, tipe B adalah 900 Watt/unit dan tipe C sebesar 900 Watt/unit.
2)        Fasilitas perdagangan dan perkantoran membutuhkan suplay energi listrik sesuai standar yakni 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah tangga.
3)        Fasilitas sosial dan pelayan umum untuk kegiatan pendidikan, kesehatan dan peribadatan dan pelayanan umum meliputi pos keamanan dan balai pertemuan. Standar kebutuhan energi listrik untuk fasilitas tersebut adalah 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah tangga.
4)        Penerangan jalan kebutuhan listriknya adalah 10 % dari total kebutuhan keseluruhan rumah tangga.
5)        Perkiraan kehilangan energi listrik dalam transmisi diperkirakan 30 % dari total energi listrik yang dibutuhkan.
Sistem distribusi Prasarana kabel listrik dengan menggunakan tiang Sistem distribusi Prasarana kabel listrik dengan menggunakan tiang yang terbuat dari pipa beton yang penempatannya pada daerah manfaat jalan dengan jarak satu dengan yang lainnya adalah lebih kurang 50 meter dan sebagai upaya untuk menghindari gangguan Prasarana listrik, maka di beberapa tempat akan ditempatkan gardu listrik yang sekaligus berfungsi sebagai pengontrol gangguan listrik yang akan terjadi.
      Tabel 2.11. Kebutuhan Listrik Untuk Perumahan
Jenis Rumah
Ukuran Petak Rata-rata (m2)
Luas Bangunan Rata-rata (m2)
Kebutuhan (watt)
Jumlah Rumah yang Dilayani Gardu (unit)
Kecil
100
70
900
1400
Sedang
200
240
900
420
Besar
400
600
1300
100
                Sumber : Standar Nasional Indonesi Tahun 2004










Tabel 2.12. Kebutuhan Jaringan Listrik
No.
Jenis Sambungan
Jumlah Pelanggan (Unit)
Daya (KVA)
Jumlah (KVA/Watt)
1
Rumah Type A
199
1,300
258,414
2
Rumah Type B
596
900
536,706
3
Rumah Type C
1,193
450
536,706
4
Pendidikan
4
1,500
6,000
5
Peribadatan
20
1,500
30,000
6
Kesehatan
8
1,500
12,000
7
Pelayanan Umum
4
1,500
6,000
8
Perdagangan
4
1,500
6,000
9
Olah Raga
3
1,500
4,500
10
Penerangan Lampu Jalan = 10 % dari total kebutuhan


139,633
Jumlah
2,031

1,535,959
           Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2002
e.     Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi merupakan salah satu jenis utilitas wilayah yang menunjang kelengkapan infrastruktur dalam suatu wilayah tertentu.
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1)        Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah melayani 14 kk (1:14)
2)        Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap 250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan lingkungan RT tersebut. (1:250)
3)        Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
4)        Penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan bangunan sarana lingkungan; dan
5)        Penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai telepon umum tersebut.
Tabel 2.13. Kebutuhan Jaringan Telepon
No.
Jenis Fasilitas
Jumlah Sambungan
Persentase (%)
1.
Permukiman
1,988
99.00
2.
Pelayanan Umum
4
0.20
3.
Pendidikan
4
0.20
4.
Kesehatan
8
0.40
5.
Perekonomian
4
0.20
Jumlah
2,008
100.00
        Sumber : Keputusan Menteri Permukiman & Prasarana Wilayah Tahun  2002
f.       Prasarana Persampahan
Keberadaan prasarana persampahan dalam suatu kawasan perkotaan sangat dibutuhkan demi mewujudkan lingkungan perkotaan yang bersih dan sehat. Adapun standar umum jumlah timbunan sampah yakni 2,9 liter/orang/hari. Sedangkan untuk fasiltas perdagangan 10% dari jumlah timbunan sampah rumah tangga, dan untuk pendidikan yaitu 1,15 liter perhari untuk tiap siswa, perkantoran yaitu 10% dari jumlah timbunan sampah pendidikan serta untuk sampah jalan yaitu 0,825 x panjang jalan.
Kuantitas sampah yang dihasilkanakan dikumpulkan ataupun dikelolah dengan menggunakan sarana dan prasarana, berupa penyediaan;
1)        Gerobak 1 M2 melayani 200 KK.
2)        Tempat pembuangan sementara (TPS) melayani 150 KK.
3)        Container sampah dengan volume 6 – 8 M2 melayani 2.000 KK
            Tabel 2.14. Sistem Penanganan Persampahan
No
Jenis Fasilitas Persampahan
Kebutuhan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Standar Kebutuhan
Keterangan
Min
Max
1
Produksi Sampah
19,878
29,817


9,939
2
ltr/org/hr
2
Gerobak Sampah
15
25
1
1 Unit = 1 m3
3
Container
3
6
1
1 Unit = 3 m3
4
Truk Sampah
1
2
3
1 Unit = 1 : 3 Container
  Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2002
B. Hubungan Antara Variabel
1.  Hubungan antara pengembangan kawasan agropolitan dengan peningkatan komuditi unggulan
Komuditi unggulan sebagai prasayat dalam pengembangan kawasan agropolitan yang akan meningkatkan mutu dan kualitas suatu komuditas yang menunjang, dimana suatu komuditas ini akan dijadikan sebagai sentra dalam pengembangan kawasan agropolitan.
Hubungan pengembangan kawasan agropolitan dengan komuditi unggulan sangatlah erat. Bila suatu wilayah mempunyai komuditas maka pengembangan kawasan agropolitan cepat berkembang dan begitu pun sebaliknya.
2.  Hubungan antara pengembangan kawasan agropolitan dengan sarana dan prasarana
Kemajuan suatu wilayah ditentukan oleh ketersedian sarana dan prasarana, bila sarana dan prasarana menunjang maka dalam pengembangan kawasan agropolitan akan semakin cepat berkembang
Ketersedian sarana dan prasarana akan semakin menunjang dalam perkembangan dalam kawasan agropolitan. Bila saran dan prasarana baik maka pengembagan kawasan akan semakin baik dan lancar dan begitupun sebaliknya.

C. Studi Empiris
1.  Benny Oksatriandhi dan Eko Budi Santoso (2014) dalam jurnal yang berjudul “Identifikasi Komunitas Unggukan Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Pasaman”
Dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka didapatkan hasil perhitungan LQ dan DLQ untuk mencari komoditas unggulan di kawasan Agropolitan Kabupaten Pasaman. Setelah didapatkan hasil nya, komoditas unggulan tersebut antara lain : padi sawah, padi ladang, kacang tanah, pisang, mangga, cabe, bayam, karet, coklat dan kelapa sawit.
Oleh karena itu, setelah didapatkannya komoditas unggulan di kawasan agropolitan Kabupaten Pasaman diharapkan dapat membantu fokus penegembangan komopditas agar tepat sasaran pada komoditi yang berpotensi berkembang dengan baik.
2.  Hermansyah, Roland. A. Barkey, Hazairin Zubair (2012) dalam jurnal yang berjudulStrategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Untuk Mendukung Peningkatan Nilai Produksi Komoditi Unggulan Hortikultura Di Kecamatan Uluere Kabupaten Bantaeng”. Kesimpulan dari penilitian ini adalah ;
Infrastruktur pasar, bank, sekolah, gudang, dan cold storage kurang tersedia dan tidak efektif penempatannya bagi pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung peningkatan nilai produksi komoditi unggulan hortikultura di Kecamatan Uluere Kabupaten Bantaeng. Berdasarkan pada hasil analisis matriks SWOT maka strategi prioritas dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung peningkatan nilai komoditi unggulan hortikultura adalah peningkatan produktifitas dan perluasan areal komoditi hortikultura, menambah dan menata kembali efektifitas gudang dan merelokasi cold sorage, peningkatan kapasitas kelompok tani dan koperasi, mengembangkan pasar Loka, meyediakan dana pinjaman lunak bagi petani hotikultura, serta menjadikan desa Bonto Lojong sebagai kawasan agrowisata\ hortikultura. Kurang tersedianya infrastruktur pendukung yang menyebabkan nilai produksi komoditi, posisi tawar petani menjadi rendah, namun disisi lain masyarakat adalah salah satu kunci berhasilnya sebuah pembangunan termasuk didalamnya pengembangan kawasan agropolitan olehnya itu diperlukan penelitian selanjutnya yang dapat mengkaji fungsi dan peran atau sejauh mana partisipasi masyarakat dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan. Dampak pengembangan kawasan agropolitan jika tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan. Pola integrasi pengembangan hortikultura dan peternakan sapi dapat dilakukan oleh masyarakat didukung oleh pemerintah dalam upaya menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
3.  Nurhana (2014) dalam skripsi yang berjudul  “arahan pengembangan kawasan agropolitan kecamatan alla kabupaten bantaeng”. Kesimpulan dari penilitian ini adalah
a.  Ketersedian sarana dan prasarana di Kec.Alla Kabupaten Enrekang sebagai kawasan agropolitan adalah 56,6 % dengan kategori cukup baik, maka rekomendasi yang diberikan agar mengoptimalkan kagiatan agropolitan yaitu adanya pengembangan prasaran dan sarana penunjang kawasan pertanian seperti memperbaiki dan membangun prasarana jalan aspal untuk jalan usaha tani dan jalan lingkar desa untuk menunjang kelancaran distribusi komuditi pertanian dari tempat produksi ke tempat pengolahan.
b.  Hasil analisis SWOT untuk pengembangan kawasan agropolitan di kecamatan Alla Kabuten Enrekang menggunkaan strategi S-O, dan untuk mencapai strategi tersebut maka rekomendasi yang diberikan yaitu ;
1)     Mengembangkan potensi wilayah dalam kerangka mendukung pembangunan sektor agropolitan misalnya pembangunan industri.
2)     Mengembangkan irigasi untuk mendukung kawasan agropolitan.
3)     Melakukan penyuluhan atau sosialisasi terhadap kelompok tani dalam rangka peningkatan produksi tani.
4)     Membuat papan informasi dan promosi pemasaran hasil produksi di Kecamatan Alla.

D. PERPEKTIF AL-QUR’AN

QS. Ar Ra’d Ayat 14 :
وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَىٰ بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya :
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.
Menurut penafsiran surat ar rad ayat 4 bahwa “dan terdapat pula di bumi, bagian bagian tanah yang berdekatan dan berdampingan tetapi berlainan keseuburannya. Ada tanah yang sangat subur untuk ditanami apa saja, ada pula tanah yang hanya dapat ditanami pohin pohon besar saja, tetapi tidak baik ditanami tanaman palawija atau sebaliknya, da nada pula tanah yang lunak da nada pula tanah yang keras yang untuk memcahkannya perlu dinamit dan bahan peledak. Dan di bumi terdapat kebun kebun angur, palawija dan pohon yang bercabang dan tidak bercabang. Semuanya itu disiram denga air yang sama tetapi menghasilakn buah yang beraneka warna rasanya, seperti pohon tebu yang rasanya manis, buah jeruk yang rasanya manis dan masam serta buah pariah yang rasanya pahit. Pada semua itu adalah tanda tanada kekuasaan allah dan menjadai dalil yang membawa keyakinana bagi orang orang yang suka berfikir.









E.  KERANGKA FIKIR
Untuk mengetahui sektor unggulan dan strategi pengembangan

Pengembangan Kawasan Agropolitan Terhadap Produksi Komuditi Unggulan
Komoditi unggulan
·  sektor yang memiliki keunggulan komperatif  dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta memberikan nilai manfaat yang besar

Pengembangan Kawasan Agropolitan
·  kawasan agropolitan dapat memberikan kesejahteraan masyarakat.
·  kawasan ekonomi berbasis pertanian dan dicirikan komoditi unggulan.
·  Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

Analisis
Adapun aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1.     Analisis LQ
2.     Analisis SWOT
Pengembangan Kawasan Agropolitan Terhadap Produksi Komuditi Unggulan Di Kecamatan Alla Kab.Enrekang.

Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan
Potensi Agropolitan
·       Produksi bawang merah di KabupatenEnrekang mencapai 13.432,67 ton per tahun
·       Di KabupatenEnrekang produksi Cabe merah mencapai 5.561,59 ton pertahun
·       Komoditi kentang di Kab.Enrekang mencapai 2.712,40 ton per tahun dan wilayah Kecamatan paling tinggi produksinya adalah Kec.Alla dan Kecamatan Masalle yang dapat mencapai 2.452.,09 ton pertahun dengan luas lahan tanam 155 Ha
·      Dari 9 Kecamatan di KabupatenEnrekang wilayah yang paling tinggi produksinya adalah Kec. Alla mencapai 15.048 ton pertahun

 




















F.     HIPOTESIS
1.  Diduga peningkatan produksi komiditas unggulan terhadap pengembagan kawasan agropolitan di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang  akan semakin mempercepat dalam proses perkembangannya karena adanya suatu sektor yang dapat mendorong dalam percepatan pengembangan kawasan.
2.  Diduga penyedian sarana dan prasarana terhadap pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang dapat meningkatkan produksi dan efektiftas dalam produksi hasil petanian, maka dapat mendorong dalam percepatan pengembangan kawasan.



















BAB III
METODOLOGI PENILITIAN

A.  LOKASI DAN WAKTU PENILITIAN
Penlitian ini dilakukan di kecamatan Alla Kabupeten Enrekang terdiri dari 5 desa dan 3 kelurahan. Dan adapun untuk waktu yang digunakan adalah pada bukan Mei hingga Juli  2016.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
B. JENIS DAN SUMBER DATA
Data Primer adalah data yang bersumber dari survey atau pengamatan lansung ke lapangan atau objek penilitian.
Data sekunder adalah data yang bersumber dari instansi atau lembaga-lembaga terkait serta hasil penelitian sebelumnya yang sifatnya merupakan data baku, Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jenis Data yang di Butuhkan dalam Penelitian di Kecamatan Alla
No
Data
Sumber Data
Jenis Data
1
Kondisi fisik dasar lokasi
Survey lapangan
Primer
2
Jaringan utilitas, fasilitas dan pelayanan
Survey lapangan
Primer
3
Aksebilitas
Survey lapangan
Primer
4
Sosial budaya masyarakat
Survey lapangan danwawancara
Primer
5
Komuditi Unggulan
BPS, Kantor Kecamatan
Sekunder
6
Data kondisi fisik wilayah studi yang mencakup data geografis, kondisi topografi, kelerengan, geologi, jenis tanah dan hidrologi
BPS, Kantor Kecamatan
Sekunder
7
Prasarana dan sarana, meliputi jenis fasilitas yang ada
BPS, Kantor Kecamatan
Sekunder


C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka dilakukan suatu teknik pengumpulan data, metode pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)  Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang lebih akurat dan sekaligus membandingkan atau mencocokkan data dari  instansi   terkait  dengan data yang sebenarnya di lapangan.
2)  Wawancara
Hal ini dilakukan dengan maksud mendengarkan tanggapan ataupun   informasi – informasi penting tentang daerah atau wilayah survey oleh warga setempat.
3)  Metode telaah pustaka
Cara pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber dokumenter berupa literatur/referensi, laporan penelitian serupa, bahan seminar atau jurnal.
D. VARIABEL PENELITIAN
variabel yang digunakan dalam penilitian ini yaitu :
1.    Peningkatan komuditas unggulan dalam Kecamatan Alla Kabupaten Bawang Merah dalam peningkatan pengembangan kawasan agropolitan.
2.    Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana (pendukung kawasan agropolitan)




E.  METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunkan dalam peniltian ini adalah :
1.    Analisis LQ
a.  Location Quotion (LQ).
Salah satu daerah yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas  unggulan adalah di Kabupaten Wajo Bagian  yang merupakan salah satu daerah  pengembangan sektor perikanan budidaya.
b.  Menghitung nilai LQ
            Location Quotion (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan komoditas pada tingkat Kabupaten di Kabupaten Wajo Bagian  dalam aktivitas perikanan budidaya dengan komoditas di Kabupaten Wajo Bagian . Secara lebih operasionai, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan budidaya pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati.
Adapun formula dari LQ adalah :
LQ =(Xij/Xi)/(Xij/Xj)
Keterangan:
Xij = produksi  jenis komoditas  ke-j pada Kabupaten
Xi = produksi total Kabupaten
Xj = produksi total jenis komoditas  ke-j  Provinsi
X  = produksi total Provinsi
Interpretasi nilai LQ
Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka:
(1) Jika nilai LQ > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi perikanan budidaya di tingkat Kabupaten  secara relatif dibandingkan dengan total Provinsi atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten. Atau terjadi surplus produksi di Kabupaten dan komoditas tersebut merupakan sector basis di Kabupaten.
(2) Jika nilai LQ = 1, maka pada  Kabupaten mempunyai aktivitas perikanan budidaya setara dengan Provinsi.
(3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Wajo  mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan budidaya Provinsi, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Wajo.

2.    Analisis SWOT
Indikator yang menjadi potensi pengembangan Suistainable tourism dilakukan pengujian untuk mendapatkan konsep yang akan diterapkan dengan analisis SWOT yang meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (ThreathS) di Leang Panninge’e Desa Batu Putih Kecamatan Mallawa Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan degan pembobotan dan pemberian rating Sandy (2010) dalam Amin (2013). Kerangka atau tahapan kerja dengan menggunakan analisis SWOT adalah sebagai berikut:
a.  Analisis Penilaian Faktor Internal dan Eksternal
Penilaian faktor internal (IFE) adalah untuk mengetahui pengaruh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua faktor kekuatan 10 dan kelemahan tersebut, serta memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antar faktor-faktor tersebut. Sedangkan penilaian faktor eksternal adalah untuk mengetahui pengaruh peluang dan ancaman yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua faktor peluang dan ancaman yang ada David (2008) dalam Amin (2013). Identifikasi berbagai faktor tersebut secara sistematis digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan wisata air panas Reatoa.
b.   Penentuan Bobot Setiap Variabel
Setelah diketahui faktor internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan penentuan tingkat kepentingannya. Pemberian nilai tingkat kepentingan dilakukan kepada setiap faktor dengan kisaran nilai berikut (5 = sangat penting 4 = penting 3 = cukup penting 2 = kurang penting 1 = sangat kurang penting Untuk faktor kekuatan dan peluang, semakin besar tingkat kepentingannya maka akan bernilai semakin besar, sedangkan untuk faktor kelemahan dan ancaman bernilai sebaliknya. Setelah mendapatkan nilai tingkat kepentingan dari setiap faktor strategis internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Paired Comparison (perbandingan berpasangan). Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 dengan penjelasan sebagai berikut Amin (2013) dalam David  (2008):
1)  Bobot 1 jika indikator faktor horizontal kurang penting dibandingkan indikator faktor vertikal.
2)  Bobot 2 jika indikator faktor horizontal sama penting dibandingkan indikator faktor vertikal.
3)   Bobot 3 jika indikator faktor horizontal lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal.
4)   Bobot 4 jika indikator faktor horizontal sangat lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal.
Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan pembagian nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel (Kinnear dan Taylor 1991).
c.   Penentuan Peringkat (Rating)
Nilai pembobotan pada setiap variabel kemudian dikalikan dengan peringkat berdasarkan nilai tingkat kepentingannya untuk mendapatkan skor pembobotan. Total skor pembobotan didapatkan dari hasil penjumlahan skor pembobotan dari semua faktor strategis. Total skor pembobotan berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFE di bawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahwa faktor internal lemah, sedangkan jika berada di atas 2,5 maka dinyatakan faktor internal kuat. Hal yang sama juga berlaku untuk total skor pembobotan EFE (David 2008). Nilai total skor pembobotan IFE dan EFE selanjutnya dipetakan dalam matriks Internal-Eksternal (IE) (Gambar 1). Pemetaan ke Matriks IE bertujuan untuk mengetahui kondisi pengelolaan yang ada pada saat ini berdasarkan faktor-faktor internal eksternal. Matriks IE terbagi menjadi sembilan kolom dengan pembagian kolom I, II, dan IV untuk strategi yang tumbuh dan membangun 11 (Growth and Build); kolom III, V, dan VII untuk strategi yang mempertahankan dan memelihara (Hold and Maintain); serta kolom VI, VIII, dan IX untuk strategi pemanenan dan divestasi (Harvest and Divest) (David 2008) dalam Amin (2013). Nilai total skor pembobotan dipetakan pada Matriks IE untuk mengetahui posisi pengelolaan Kawasan Air Panas Reatoa Maros saat ini pada kolom-kolom yang ada. Posisi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan dan menyusun strategi yang tepat untuk pengelolaan Kawasan Goa Leang Panninge’e.


d.  Penyusunan Alternatif Strategi
Alat bantu untuk menyusun strategi pengelolaan Kawasan Air Panas Reatoa Maros adalah matriks SWOT (Tabel 2) yang berisi kemungkinan strategi alternatif yang dapat digunakan. Terdapat empat jenis strategi yang dihasilkan, yaitu:
1)  Strategi SO, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk mengambil peluang sebesar-besarnya.
2)  Strategi ST, yaitu dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
3)  Strategi WO, yaitu dengan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan.
4)  Strategi WT, yaitu dengan meminimalisir kelemahan-kelemahan untuk menghindari ancaman.
Gambar 1. Matriks Internal dan Eksternal (Amin,2013)\

Matriks SWOT tersebut dapat menghasilkan beberapa alternatif strategi pengelolaan Kawasan Air Panas Reatoa Maros sehingga kekuatan dan peluang dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan serta kelemahan dan ancaman dapat diminimalisir dan diatasi.
e.  Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi
Penentuan rangking prioritas strategi yang telah dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait dan berpengaruh dalam strategi tersebut. Kemudian dilakukan penjumlahan skor pembobotan dari masing-masing faktor tersebut. Hasil perhitungan tersebut menjadi nilai bagi strategi yang ada. Penentuan rangking prioritas dilakukan berdasarkan urutan nilai strategi yang terbesar hingga yang terkecil. Perangkingan ini dilakukan secara subyektif dengan memaksimumkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Opportunity) serta meminimumkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat).
Tabel 7.  Matriks SWOT
Eksternal
Internal
 




Opportunities
Threats
Strenghts
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada
Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi
Weakness
Mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada
Sumber : Rangkuti (1997)

F.  DEFINISI OPERASIONAL
1.     Agropolitan terdiri dari dua kata, agro dan politan (polis). Agro berarti pertaian dan politan berarti kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota daerah lahan pertanian ataupun pertanian di kota. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
2.     Kawasan adalah wilayah yang mempuanyai fungsi utama lindung atau budidaya.
3.     Pengembangan adalah memajukan atau memperbaiki ataupun meningkatkan sesuatu yang sudah ada.
4.     Kawasan agropolitan adalah kawasan yang mempunyai satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan suatu sistem permukiman dan agrobisnis (UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang).
5.     Pengembangan kawasan agropolitan adalah pembanguanan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agropolitan yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesantralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi olh pemerintah.
6.     Komunitas unggulan adalah komunitras pertanian (tanaman pangan, holpikultura, perkebunan, peternakan, perikanan) yang dibudidayakan oleh mayoritas masyarakat, terjamin ketersediannya terus menerus, masih dalam bentuk primer, ataun bentuk olahan sementara, dan produk olahan akhir, telah diusahakan dalam industry kecil atau menengah atau besar, berdaya saing dan mempunyai pangsa pasar baik lokal, regional, maupun internasional dan akan atau menjadi ciri khas daerah kawasan.
7.     Prasarana dan sarana  adalah fasilitas vital suatu kawasan atau daerah yang merupakan prasayat utama yang harus ada dalam suatu kawasan untuk dapat meningkatkan produktitas sumber daya yang ada dalam kawasan tersebut.
8.     Sarana hasil produksi pertanian adalah usaha untuk menciptakan atau menambah fedah ekonomi suatu hasil pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia.


























DAFTAR PUSTAKA

Agussiswoyo (2011), “Pengertian Agropolitan”,  http://agusssiwoyo.net
            (di akses pada tanggal 19  april 2016)
Benny Oksatriandhi dan Eko Budi Santoso (2014)  dalam jurnal yang berjudul ““Identifikasi Komunitas Unggukan Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Pasaman”
Hermansyah, Roland. A. Barkey, Hazairin Zubair (2012) dalam jurnal yang berjudulStrategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Untuk Mendukung Peningkatan Nilai Produksi Komoditi Unggulan Hortikultura Di Kecamatan Uluere Kabupaten Bantaeng”, http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/8ae19b9b009a57c76e4badefe323af4d.pdf, (di akses pada tanggal 23 april 2016)
Nurhana (2014) dalam skripsi yang berjudul  “arahan pengembangan kawasan agropolitan kecamatan alla kabupaten bantaeng”.
Institut Pertanian Bogor (ITB), “Tinjauan Pustaka”,  http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/41581/Bab%20II%202007bba.pdf?sequence=4&isAllowed=y       , (di akses pada tanggal 24 mei 2016)
Badan pusat statistik (BPS),Kabupaten enrekang dalam angka 2015
situs resmi kabuapaten enrekang, http://ver2.enrekangkab.go.id/index.php/potensi/pertanian  , (diakses pada tanggal 24 april 2016)