Kesesuaian Lahan Permukiman
A. Fungsi
Kawasan
1.
Kawasan
lindung
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan
bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan
resapan air;
b. kawasan perlindungan setempat, antara lain,
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan
sekitar mata air;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain,
kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan
pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan
rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru,
cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa,
dan terumbu karang.
2.
Kawasan
Budidaya
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Yang
termasuk dalam kawasan budi daya adalah
a. Kawasan peruntukan hutan produksi : kawasan yang diperuntukan untuk kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
b. Kawasan peruntukan pertanian : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian yang
meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan
pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan.
c. Kawasan peruntukan pertambangan : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pertambangan bagi wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan
kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B, dan C.
d. Kawasan peruntukan permukiman : kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan
penghidupan.
e. Kawasan peruntukan industri : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
f. Kawasan peruntukan pariwisata : kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
g. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa : kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan
perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan
keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan
perkotaan.
B. Teori Lahan dan Penggunaan Lahan
1.
Teori
dan Konsep Lahan
a. Lahan (land) merupakan suatu wilayah di
permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau
bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk
atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta
segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan
sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh
manusia pada saat sekarang dan di masa akan datang (Juhadi, 2007: 11)
b. Lahan adalah lingkungan fisik ruangan permukaan bumi yang terdiri
dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang di atasnya
sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk hasil kegiatan
manusia di masa lalu dan sekarang. Land maengandung makjn na adalah ruangan
permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk segala macam kegiatan.
(Pananrangi, 2013: 5).
c. Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape)
yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief,
hidrologi bahkan keadan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya
secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian
yang lebih luas termasuk yang sudah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia
baik yang dimasa lalu ataupun dimasa sekarang (H. Sastrohartono, 2011)
d. Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya
daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem stryktural dan
fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh macam sumberdaya yang
merajai dan macam serta intensitas interaksi yang berlangsung antar sumber
daya. Faktor faktor penentu sifat dan perilaku lahan tersebut bermatra ruang
dan waktu. Mka lahan selaku suatu wujud pun bermatra ruang dan waktu. (Notohadiprawiro,
2006: 1)
e. Lahan sebagai suatu sistem mempunyai
komponenkomponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju
kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang
sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan demikian ada dua kategori utama sumberdaya lahan,
yaitu (1) sumberdaya lahan yang bersifat alamiah dan (2) sumberdaya lahan yang
merupakan hasil aktivitas manusia (budidaya manusia). Berdasarkan atas konsepsi
tersebut maka pengertian sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik lahan
dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yang dengan cara-cara tertentu
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. (Juhadi, 2007: 12)
2.
Penggunaan
Lahan
a.
Perubahan penggunaan lahan
adalah lahan lahan yang mengalami alih fungsi lahan, baik dari pertanian ke
nonpertanian, hutan menjadi lahan pertanian, dan juga sebaloknya. Adapun
masalah penggunaan lahan di Indonesia adalah terjadinya kemunduran
produktifitas yang tidak disertai usaha konservasi tanah, terjadinya kemunduran
produktifitas lahan sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya dan terdeaknya lahan pertanian yang relative subur oleh jenis
penggunaan lahan non-pertanian utamnay di daerah pertanian (Pananrangi, 2013:
43)
b.
Tata
guna lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Vink, 1975 dalam Widayanti, 2010: 2).
c.
Tata
guna lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan
lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian. Tata guna lahan secara umum tergantung pada
kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan
lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya
perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti
tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi
yang telah terjadi. Tata guna lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya
untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah
rekreasi (Suparmoko, 1995 dalam Widayanti, 2010: 2).
C. Evalasui Kesesuaian lahan Permukiman
1. Pengertian Evaluasi
kesesuain lahan permukiman.
Evaluasi lahan adalah suatu proses
penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu
pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan
informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Tujuan
daripada evaluasi kesesuaian lahan adalah untuk memberikan penilaian kesesuaian
lahan untuk tujuan-tujuan yang telah dipertimbangkan. Manfaat evaluasi
kesesuaian lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara
kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan kepada perencana berbagai
perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. (FAO, 1976)
Menurut FAO, 1976
dalam Hidayat, (2012: 23) Kesesuaian lahan adalah
tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu yang
lebih spesifik dari kemampuan lahan. Perbedaan dalam tingkat kesesuaian
ditentukan oleh hubungan antara keuntungan dan masukan yang diperlukan
sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dalam bentuknya yang sangat
kuantitatif, kesesuaian lahan dinyatakan dalam istilah ekonomi dari masukan dan
keluaran atau dalam hasilnya berupa pendapatan bersih atau di daerah-daerah
berkembang berupa tingkatan kehidupan masyarakat taninya. Analisis ini
digunakan untuk mendapatkan kawasan yang sesuai dengan lahan permukiman.
struktur klasifikasi
kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu:
a.
Order kesesuaian : mencerminkan
macam kesesuaiannya.
b.
Kelas kesesuaian : mencerminkan
derajat kesesuaian lahan dalam order
c.
Subkelas kesesuaian :
mencerminkan macam hambatan atau macam perbaikan utama yang dibutuhkan dalam
kelas.
d.
Unit kesesuaian : mencerminkan
perbedaanperbedaan minor yang dibutuhkan dalam pengelolaan subkelas.
Order
kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu: Order sesuai (S) dan order
tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) adalah
lahan yang dapat dipergunakan secara berkelangsungan untuk suatu tujuan yang
telah dipertimbangkan. Order tidak sesuai (N) adalah lahan yang apabila
dikelola, mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya
untuk suatu tujuan yang telah direncanakan.
Order
sesuai (S) dapat dibagi lagi menjadi kelaskelas. Dalam hal ini terdapat tiga
kelas dalam order sesuai yang didefinisikan secara kuantitatif adalah sebagai
berikut:
a.
Kelas S1 (sangat sesuai) adalah
lahan yang tidak mempunyai pembatas serius dalam menerapkan pengelolaan yang
diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara
nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebihi
yang biasa diberikan.
b.
Kelas S2 (cukup sesuai) adalah lahan yang
mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas
tersebut akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan
yang diperlukan.
c.
Kelas S3 (sesuai marginal)
adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan
yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu
menaikkan masukan yang diperlukan.
d.
Order N (tidak sesuai) biasanya
ada dua kelas yaitu:
a)
Kelas N1 (tidak sesuai saat
ini) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, tetapi masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat
pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.
b)
Kelas N2 (tidak sesuai untuk
selamanya) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga tidak
mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
Cara penilaian kesesuaian lahan yang
sering dilakukan adalah dengan cara matching (mencocokkan)
kualitas/karakteristik lahan dengan persyratan tumbuh tanaman yang dievaluasi/persyaratan
penggunaan lahan yang dikehendaki. Dalam system Matching ini berlaku hukum
minimum, yang artinya kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas
terberat. Menurut Suparno Sastra M,
Permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia untuk menunjukan suatu tujuan
tertentu. Apaila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan
kata settlements yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Permukiman
sebagai tempat (sarana hidup manusia dapat digolongkan dalam 2 skala yaitu :
a. Permukiman (skala makro) Human
Settlment
b. Perumahan (Skala Mikro) Housing
Permukiman
Merupakan suatu kesatuan wilayah dimana suatu perumahan berada, sehingga lokasi
dan lingkungan perumahan tersebut sebenarnya tidak pernah dapat dilepas dari
permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman. Oleh karena itu sebaiknya
jika akan dilakukan Pengembangan perumahan, terlebih dahulu harus betul betul
diketahui dan diteliti keadaan dan kondisi permukiman dimana perumahan tersebut
akan dibangun. Upaya tersebut antara lain bias dilakukan melalui studi
kelayakan terlebih dahulu agar keberadaan perumahan tersebut dapat betul betul
sesuai dengan kebutuhan yang semestinya dalam operasionalnya nanti dapat
mendukung arah dan laju pengembangan permukiman yang sudah direncanakan.
(Sastra M Suparno dan Marlina Endi, Dalam Hidayat, 2011: 26)
Menurut Direktorat Jendral Penataan
Ruang Pekerjaan Umum dalam Modul Terapan
pedoman Kriteria Tekhnis Kwasan Budidaya. 2007: 20. Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kawasan
permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman
yang aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan mempunyai
akses untuk kesempatan berusaha.Kesesuaian lahan adalah
tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan
tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau
setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan pada
hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu (Sitorus, 1998 dalam Satria 2013:162).
Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman adalah Evaluasi
lahan memerlukan sifat sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke
dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa
karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam
pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan
dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan
(peternakan, perikanan, kehutanan).
2. Kriteria Umum Dalam
Perencanaan Pemukiman
Kriteria
Pokok Tentang perumahan , permukiman, peran serta masayarakat dan pembinaan
perumahan dan permukiman nasional mengacu kepoada Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan permukiman
dan surat keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
217/KPTS/M/2002 Tentang kebijakan Dan starategi nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP).
a. Pemanfaatan ruang untuk kawasan
peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus
dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat
memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masayarakat, denga
tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
b. Kawasan peruntukan permukiman
harus memiliki prasarana jalan yang terjangkau oleh sarana transportasi umum.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan
kawasan pereuntukan permukiman harus didukung oleh ketersedian fasilitas fisik
atau utilitas umum (Pasar, Pusat Perdagangn dan jasa, Perkantoran, Sarana air
bersih, Persamapahan, Penanganan Limbah dan drainase) dan fasilitas social
(Kesehatan, Pendidikan, Agama).
d. Tidak mengganggu upaya pelestraian
kemampuan sumber daya alam.
e. Tidak mengganggu upaya pelestarian
kemampuan sumber daya alam.
f. Dalam hal kawasan siap bangun
(kasiba) dan lingkungan sipa bangun (lisiba), penetapan lokasi dan penyedian
tanah, penyelenggaraan pengelolaan, dan pembinaanya diatur di dalam perarturan
pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang berdiri sendiri.
3.
Karakteristik Lokasi dan
Kesesuaian Lahan Permukiman
Karakteristik
Lokasi dan Kesesuaian Lahan Permukiman, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007
Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya :
a. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan
lahan 0 - 25%).
b. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air
yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai
air antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari.
c. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor,
banjir, erosi, abrasi).
d. Drainase baik sampai sedang.
e. Tidak berada pada wilayah sempadaN sungai/pantai/waduk/danau/mata
air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan.
f. Tidak berada pada kawasan lindung.
g. Tidak terletak pada kawasan budi daya
pertanian/penyangga.
h. Menghindari sawah irigasi teknis.
4. Kiteria Keruangan Perencanaan
Kawasan Permukiman
Tabel II.1
Kriteria Keruangan
Perencanaan Kawasan Permukiman
No
|
Kriteria
|
Permukiman/Perumahan Perdesaan
|
Permukiman/Perumahan Perkotaan
|
1
|
Kedekatan
|
Relatif dekat denga tempat kerja
|
Relatif dengan pusat kegiatan
dan tempat kerja
|
2
|
Aksebilitas
|
Baik
|
Baik
|
3
|
Air Bersih
|
Tersedia sumber air
|
Tersedia sumber/jaringan air
|
4
|
Peruntukan Kawasan
|
·
Untuk permukiman/ perumahan
·
Bukan Kawasan lindung/irigasi
teknis
|
·
Tanah datar yang kurang produktif
·
Dekat dengan prasarana/ sarana umum kota
|
5
|
Kesesuaian dengan lahan
sekitarnya
|
·
Lahan sesuai Permukiman/ Perumahan
·
Perlu kawasan penyangga
|
Memiliki
jalan penghubung ke jalan arteri primer/sekeunder dan jalan kolektor
prmer/sekunder dalma jaringan jalan kota.
|
6
|
Pola Transportasi
|
Memiliki jalan penghubung ke
jalan arteri primer atau sekunder
|
·
Memiliki jalan penghubung ke jalan arteri primer/sekunder dalam
jaringan jalan kota
·
Kemudahan penggunaan transportasi
|
7
|
Pelestarian Lingkungan Hidup
|
·
Tidak terdapat pencemaran lingkungan hidup
·
Tidak menimbulkan kerusakan bentang alam
|
·
Tidak terdapat pencemaran lingkungan hidup
·
Perubahan bentuk lahan dan bentang alam tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan sekitarnya
|
8
|
Kesesuaian Terhadap Kondisi
Sosial Ekonomi Wilayah
|
·
Kepadatan penduduk dan bangunan rendah
·
Jenis rumah tidak jauh berbeda dengan lingkungan sekitarnya
|
Kepadatan
penduduk dan bangunan tinggi
|
Sumber : Pedoman Pengaturan
Spasial, Depdagri, 1996
D. Parameter
Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman
Menurut Muta’ali Lutfi (2013:129)
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan peruntukan
permukiman diantaranya : Topografi datar sampai bergelombang (lereng 0-25%);
tersedia sumber air; tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir
erosi abrasi, tsunami); drainase baik sampai sedang; tidak berada pada wilayah
sempadan sungai/ pantai/ waduk/ dnau/ mata air/ saluran pengairan/ rel kereta
api dan daerah aman penerbangan; tidak berada pada kawasan lindung; tidak
terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga; menghindari sawah irigasi
teknis.
Berdasarkan karakterisitik lokasi
penilitian dan data yang tersedia maka, Dalam penilitian ini, peniliti
menggunakan indikator adalah topografi/kelerengan, sempadan sungai, dan Kawasan
Lindung.
1.
Topografi/Kelerengan
Menurut Djaenuddin (2003:65) Topografi dalam arti
luas adalah permukaan tanah, atau dapat diartikan sebagai ketinggian suatu
tempat yang dihitung dari permukaan air laut sehingga dapat diketahui
elevasi tanah aslinya.
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Relief berkaitan terhadap faktor ketinggian tempat yang dapat menjadi
persyaratan dalam potensi permukiman. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel
2.2
Tabel II.2 Bentuk Wilayah dan Kelas Lereng
No
|
Relief
|
Lereng (%)
|
1
|
Datar
|
<3 o:p="">3>
|
2
Berombak/agak Landai
3-8
3
Bergelombang/Landai
8-15
4
Berbukit
15-30
5
Bergunung
30-40
6
Bergunung Curam
40-60
7
Bergunung Sangat Curam
>60
Sumber:
Djaenuddin (2003)
Dalam kaitannya untuk potensi permukiman, kemiringan lereng sangat
penting untuk mengetahui kondisi seberapa besar kemiringan lereng atau relief
dari lokasi suatu wilayah di permukaan bumi. Kemiringan lereng itu sendiri juga
memiliki pengaruh dalam kondisi drainase dan tingkat erosi tanah. Daerah dengan
lereng yang curam memiliki kondisi drainase yang buruk dibandingkan dengan
kondisi drainase pada lereng datar. Untuk tingkat bahaya erosi, lereng dengan
relief berbukit hingga bergunung curam cenderung mengakibatkan kerawan bencana atau
memiliki tingkat bahaya erosi yang tinggi dibandingkan dengan lereng yang
datar. Sehingga untuk digunakan dalam pembangunan permukiman menjadi parameter
yang tidak cocok atau tidak sesuai, apalagi besarnya lereng > 60% dengan
relief bergunung sangat curam maka terjadinya bahaya erosipun lebih tinggi.
2.
Bencana Rawan Longsor
a. Pengertian
Bencana Tanah Longsor
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
factor alan dan/ factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, karusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana ada bermacam-macam menurut sumber atau penyebabnya. United
nation development program (UNDP) mengelompokkan bencana atas 3 (tiga) jenis
yaitu bencana alam, bencana non alam dan bencana social. (Ramli, 2010: 17)
Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No.22/PRT/M/2007
tentang pedoman penataan ruang kawasan rawan bencana longsor,
Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah
miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena
pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi.
Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor.
Longsor
sering kali terjadi akibat adanya pergerakan tanah pada kondisi daerah lereng
yang curam, serta tingkat kelembaban (moisture) tinggi, dan tumbuhan
jarang (lahan terbuka). Faktor lain untuk timbulnya longsor adalah rembesan dan aktifitas geologi seperti
patahan, rekahan dan liniasi. Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu
komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material,
kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula
dengan kondisi kestabilan lereng (Fandeli 2000 dalam Aswar 2012:6)
Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, maka kriteria kelas kerawanan longsor yaitu :
Tabel
II.3
Keritria
Kelas Kerawanan Longsor
No
|
Kelas
kerawanan
|
Kriteria
|
1
|
Tidak Rawan
|
a)
Jarang atau tidak pernah
longsor, kecuali di sekitar tebing sungai
b)
Topografi datar hingga landai
bergelombang
c)
Vegetasi agak rapat
d)
Material bukan lempung
ataupun rombakan (talus)
|
2
|
Rawan
|
a)
Jarang terjadi longsor
kecuali bila lerengnya terganggu
b)
Topografi landai hingga
sangat terjal
c)
Vegetasi antara kurang hingga
amat rapat
d)
Batuan penyusun lereng
umumnya lapuk tebal
|
3
|
Sangat Rawan
|
a)
Dapat dan sering terjadi
longsor
b)
Topografi landai hingga
sangat curam
c)
Vegetasi antara kurang hingga
sangat kurang
d)
Batuan penyusun lereng lapuk
tebal dan rapuh
e)
Curah hujan tinggi
|
Sumber
: Subagio (2008)
b. Parameter-Parameter Longor
a) Curah Hujan
Curah hujan akan meningkatkan
presipitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya muka air tanah. Jika hal ini
terjadi pada lereng dengan material penyusun (tanah dan atau batuan) yang lemah
maka akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan menambah berat
massa tanah, pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsor, yaitu
hujan deras yang mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan hujan kurang deras
namun berlangsung menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari yang
kemudian disusul dengan hujan deras sesaat. Hujan juga dapat menyebabkan
terjadinya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi pada kaki
lereng dan berpotensi menambah besaran sudut kelerengan yang akan berpotensi
menyebabkan longsor (Karnawati 2003 dalam Aswar 2012:10).
b) Jenis Tanah
Faktor
tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda-beda. Kepekaan
longsor tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah longsor sebagai fungsi berbagai
sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan
longsor adalah:
1.
Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air
2.
Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh
butir-butir tanah yang jatuh dan aliran permukaan.
Menurut
Arifin 2006 dalam Aswar 2012:10 bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
longsor adalah: tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapis air
tanah dan tingkat kesuburan tanah.
c) Kemiringan Lereng
Faktor-faktor
penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari tubuh
lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain:
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun
situasi setempat, tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan,
dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan
liniasi (Zakaria 2000 dalam Aswar 2012:12).
Penyebab
lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang
dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air dalam
tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang
diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan
kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan
menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (m) yang
berarti memperkecil ketahananan geser dari massa lereng. Debit air tanah juga
membesar dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueouserosion)
meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus dari massa tanah yang
dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Hirnawan 1993 dalam
Aswar 2012:12).
d) Batuan
Faktor geologi yang mempengaruhi
terjadinya gerakan tanah adalah struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat
tanah karena proses alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang
mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan
pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan
merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga
menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap. (Surono, 2003:32).
e) Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan atau tata guna
lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan. Tata guna lahan
terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu: tata guna yang berarti penataan atau
pengaturan penggunaan, hal ini merupakan sumber daya manusia dan tanah yang
berarti ruang, hal ini merupakan sumber daya alam serta memerlukan dukungan
berbagai unsur lain seperti air, iklim, tubuh tanah, hewan, vegetasi, mineral,
dan sebagainya. Jadi secara prinsip dalam tata guna lahan diperhitungkan faktor
geografi budaya atau faktor geografi sosial dan factor geografi alam serta relasi
antara manusia dengan alam (Jayadinata 1999
dalam Suranto 2008:33).
c. Pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis Terhadap Identifikasi Tingkat Kerawanan Longsor
Dalam bidang
perencanaan pengembangan wilayah harus dikembangkan secara optimal
potensi dan sumberdaya
yang ada pada
suatu wilayah untuk pemanfaatannya demi
kesejahteraan masyarakat, maka
langkah yang mesti ditempuh adalah dengan
menginventarisasi keberadaan sumberdaya alam tersebut ke dalam
data spasial maupun
data tekstual. Berkaitan
dengan ini maka
dengan bantuan Sistem Informasi Geografis semuanya dapat dapat dilakukan
secara baik. Dalam analisis untuk perencanaan wilayah yang berkaitan dengan
keruangan maka dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis
data lebih cepat
dalam pengolahan dan analisisnya.
Penerapan teknologi Sistem Informasi
Geografis dapat membantu upaya mitigasi bencana alam dengan melakukan
identifikasi lokasi serta pengkajian masalah yang berkaitan dengan dampak tanah
longsor. Upaya mitigasi untuk mengurangi
atau meminimalisir dampak akibat tanah longsor (mitigasi) dilakukan dengan cara
membuat suatu model penyusunan Sistem Informasi Geografis, yakni dengan
menganalisis beberapa tema peta sebagai variabel untuk memperoleh kawasan yang
rentan terhadap bahaya dan risiko tanah longsor. Selain itu, citra satelit
dapat pula dimanfaatkan secara tidak langsung dalam penentuan potensi tanah
longsor, menggambarkan permukaan suatu wilayah, dan struktur geologi (Syafii
2012:44).
Identifikasi potensi bahaya
tanah longsor dengan menggunakan Sistem
Informasi Geografis dapat dilakukan
dengan cepat, mudah dan akurat. Bahaya tanah
longsor dapat diidentifikasi secara cepat melalui Sistem Informasi
Geografis dengan menggunakan metode
tumpang susun atau overlay terhadap
parameter-parameter tanah longsor
seperti: kemiringan lereng, jenis
tanah, batuan, curah hujan, dan lain-lain. Melalui Sistem Informasi Geografis diharapkan akan
mempermudah penyajian informasi spasial
khususnya yang terkait
dengan penentuan tingkat bahaya
tanah longsor serta
dapat menganalisis dan memperoleh informasi
baru dalam mengidentifikasi daerah-daerah
yang menjadi sasaran tanah longsor. Berikut proses perancangan metode SIG dalam memberikan
informasi tingkat kerawanan longsor :
3. Sempadan
Sungai
Menurut PERMEN PU Dan Perumahan
Rakyat Ri Nomor 28/Prt/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri
dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
Garis sempadan sebagaimana ditentukan pada:
a.
Sungai
tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
a)
paling
sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan
3 (tiga) meter;
b)
paling
sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter
sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c) paling sedikit berjarak 30 (tiga
puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b. Sungai tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan;
a)
Sungai
besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima ratus) Km2;
dan ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
b) Sungai kecil dengan luas daerah aliran
sungai kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus) Km2. ditentukan paling
sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
alur sungai.
c. Sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga)
meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
d. Sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima)
meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
e. Mata air, ditentukan
mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat
mata air.
4.
Kawasan Lindung
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
a. Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan
bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan
resapan air;
b. Kawasan perlindungan setempat, antara lain,
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan
sekitar mata air;
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain,
kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan
pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d. Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan
rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e. Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru,
cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa,
dan terumbu karang.
E. Sistem Informasi Geografi Dan Teknik
Overlay
1.
Pengertian GIS/SIG
Nugraha,
(2009: 15) Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem
informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali,
mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data
geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi,
fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan
prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modelling),
dan penayangan data geospatial. Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital,
foto udara, citra satelit, tabel statistik dan dokumen lain yang berhubungan.
Data geospatial dibedakan menjadi data grafis
(atau disebut juga data geometris) dan data atribut (data tematik). Data grafis
mempunyai tiga elemen: titik (node), garis (arc), dan luasan (polygon)
dalam bentuk vektor maupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran,
bentuk, posisi, dan arah.
Fungsi pengguna adalah untuk memilih
informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating)
yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang
diinginkan dan merencanakan aplikasi.
2.
Teknik Overlay
Menurut
E. Prahasta, (2001:
24-27) Overlay
adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis).
Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta
yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara
singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain
beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.Untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar II.4 berikut mengenai teknik overlay dalam GIS. Overlay merupakan proses penyatuan data dari
lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi
visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta)
harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada
poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data
atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta
Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon
baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Teknik yang digunaan untuk overlay
peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa
Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati
menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian.
Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.
Ada beberapa fasilitas yang dapat
digunakan pada overlay untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu
daerah yang sama namun beda atributnya yaitu :
a) Dissolve themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan
batas antara poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam
poligon yang berbeda. Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan
kasar, yaitu poligon-poligon yang berdekatan dan memiliki warna yang sama masih
terpisah oleh garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis
poligon tersebut dan menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut
menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau atribut yang sama.
b) Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses
penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1 buah layer dengan atribut yang
berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan
layer-layernya saling menempel satu sama lain.
c) Clip One Themes
Clip One themes yaitu proses menggabungkan
data namun dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi
desa atau kecamatan.Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya
berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan
yaitu layer dengan luas yang kecil beserta atributnya.
d) Intersect Themes
Intersect
yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan
dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut
yang memiliki data atribut dari kedua theme.
e) Union Themes
Union
yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema
overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut.
f) Assign Data Themes
Assign
data adalah operasi yang menggabungkan data untuk fitur theme kedua ke fitur
theme pertama yang berbagi lokasi yang sama Secara mudahnya yaitu menggabungkan
kedua tema dan atributnya.