Selasa, 15 Desember 2015

pembangunan masyarakat.

 Pemahaman tentang Hakikat manusia dalam pembangunan
Manusia dan Pembangunan  Dalam Pandangan Islam
Pembangunan terkadang selalu berdimensi ekonomi.  Pembangunan dalam tinjaun islam tentu tidak melulu mengenai persoalan ekonomi, namun termasuk didalamnya adalah pembangunan manusia dalam tinjaun akhlak.  Khursyid Arsyad meletakkan 4 prinsip dasar filosofi pembangunan dalam islam yaitu Tauhid, Rububiyyah, Khalifah dan Tazkiyah.  Bedasarkan keempat filosofi pembangunan ini maka tentu dapat dilihat bagaimana islam memandang pembangunan hanya dalam dimensi materialis namun bersifat komprehensif  yang mengandung unsur spiritual, moral dan material, dengan memfokuskan pada pembangunan manusia dalam lingkungan kulturalnya dengan memanfaatkan sumber daya yang telah dianugrahkan oleh sang pencipta alam semesta.   
Pengertian Pembangunan
Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan.
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren¬canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Pembangunan adalah seluruh aktivitas yang berjala simultan, meliputi perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi guna mencapai tujuan kea rah kesejahteraan masyrakat ang lebih baik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber-kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen¬dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan¬jutan. Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan.
MINGGU KE 2
Pendekatan Pembangunan
1)Pendekatan Pertumbuhan (Growth Approach)
Pendekatan pertumbuhan telah membawa optimisme dan harapan yang besar pada konsep pembangunan, hal ini muncul karena adanya dinamika pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh negara-negara di Barat yang sudah melakukan industrialisasi dan melihat pertumbuhan material sebagai syarat mutlak untuk suatu pembangunan yang berhasil.  Dengan mengadopsi pemikiran Keynesian dan Rostow,  maka ditempuhlah “strategi industrialisasi dengan kebijaksanaan  subtitusi impor.  Dengan mengadopsi teori Rostow yang menggambarkan tahapan-tahapan pembangunan yang dimulai dengan tahap masyarakat tradisional; prasarat untuk tinggal landas, tinggal landas menuju kedewasaan; dan masa konsumsi tinggi maka untuk mewujudkan tahapan tersebut dimulailah dengan menyuntikkan investasi padat modal untuk mendongkrak sumber daya dan potensi yang ada pada masyarakat
2)    Pendekatan Pertumbuhan dan Pemerataan
Kelemahan pendekatan pertumbuhan yang hanya mengedepankan pertumbuhan yang tingggi melalui peningkatan GNP sebagaimana dijelaskan diatas mengalami perkembangan.  Pendekatan pertumbuhan dan pemerataan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan pendekatan pertumbuhan, tetapi pada pendekatan ini dilakukan banyak perbaikan untuk menutupi kekurangan pada pendekatan pertama.  Kesamaanya tampak pada analisis yang masih menekankan pad tahap pertumbuhan awal serta peningkatan rekayasasosial sebagai suatu rencana induk dimana persepsi, desain dan instrument lebih banyak dikembangkan oleh mereka yang berada diatas. 
3)    Paradigma ketergantungan
Paradigma ketergantungan dalam teori pembangunan berawal dari pengalaman negara-negara Amerika Latin sejak masa depresi tahun 1930-an.  Konsep ketergantungan oleh Cardoso (dimunculkan pada tahun 1970-an) ini lahir karena banyaknya kelemahan dari konsep pembangunan yang ada, sehingga dipandang perlu adanya komponen-komponen dari luar negeri untuk menggerakkan kegiatan industry yang akhirnya menyebabkan ketergantungan dari segi teknologi dan kapital.  Alasan lain munculnya pemikiran tentang perlunya ketergantungan adalah karena distribusi pendapatan di Amerika Latin menimbulkan pembatasan akan permintaan terhadap barang hasil industry hanya mampu dinikmati sekelompok kecil kaum elit dan setelah permintaan terpenuhi maka proses pertumbuhan terhenti (Hadad, 1980:31 dalam Rukminto 2002:19).  Cardoso mengklain bahwa negara-negara selatan saat itu berada dalam kondisi ketergantungan terhadap negara utara dalam hal teknologi dan capital, yang akhirnya akan mempengaruhi pembangunan dalam negara dunia ketiga.
4)    Pendekatan Kebutuhan Pokok
Pendekatan kebutuhan pokok tumbuh karena adanya kebutuhan akan pembangunan  yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangansosial.  Dalam pendekatan kebutuhan pokok ini terdapat preposisi bahwa “kebutuhan pokok tidak mungkin dapat dipenuhi jika mereka masih berada dibawah garis kemiskinan serta tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik” oleh karena itu ada tiga sasaran yang coba dikembangkan secara bersamaan yaitu:
·         Membuka lapangan kerja
·         Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
·         Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
5)    Pendekatan Kemandirian
Pendekatan kemandirian menekankan pada pentingnya usaha-usaha pada level dalam negeri untuk dilindungi dan dijadikan sebagai penopang ekonomi negara.  Pendekatan kemandirian menyajikan dua perspektif, yang pertama adalah penekanan yang lebih diutamakan pada hubungan timbal balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan kerjasama pembangunan, yang kedua adalah lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber daya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional tentang pembangunan.  Artinya memapankan ekonomi secara nasional adalah langkah awal untuk membangun perekonomian sebelum mengikuti kerasnya persaingan ekonomi dalam skala internasional.


MINGGU KE 3
Konsep Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik lagi bagi masyarakat, dengan mengkondisikan serta menaruh kepercayaan kepada masyarakat itu sendiri untuk membangun dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Penertian Baku mengenai pembangunan masyarakat telah ditetapkan PBB, dalam Konkon Subrata (1991:4) bahwa: “Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi social masyarakat seluruhnya kepada inisiatif masyarakat”. Menurut definisi tersebut, pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi social dan kebudayaan masyarakat (komunitas). Mengintegrasikan berbagai komunitas itu dalam kehidupan bangsa dan memampukan mereka untuk memberikan sepenuhnya demi kemajuan bangsa dan Negara berjalan terpadu didalam proses tersebut. Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama, partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki tarap hidup mereka. Sedapat-dapatnya berdasarkan kekuatan dan prakarsa sendiri. Kedua, bantuan dan pelayanan teknik yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah. Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang untuk perbaikan proyek khusus terhadap proyek khusus (Talizuduhun Ndraha,1990:34) Selanjutnya Konkon Subrata (1990:6) memberikan batasan tentang pembangunan masyarakat, yaitu: “ Pembangunan masyarakat adalah proses evaluasi dimana sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebutuhan dan aspirasi bekerjasama untuk memperbiaki keadan social ekonomi yang lebih baik, materil dan spiritual bagi perseorangan dan masyarakat”. Pengertian pembangunan masyarakat diatas, menunjukan bahwa pembangunan masyarakat sesungguhnya merupakan upaya terorganisir secara berkelompok yang memiliki kebutuhan yang sama, yaitu untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang lebih baik,khususnya bagi anggotanya. 2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Masyarakat. Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menciptakan kondisi-kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara berswadaya dalam hal ini, adalah masyarakat miskin sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu social yang dapat menahan laju perkenbangan masyarakat (adapt, tradisi, kebiasaan, cara dan sikap hidup yang dapat menjadi hambatan pembangunan). Selanjutnya, Talizuduhu Nddrana (1982:107) menguraikan tentang sasaran pembangunan masyarakat yaitu sebagai berikut :
a. Peningkatan tarap hidup masyarakat, diusahakan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat. dan juga sebagai usaha menggerakan partisifasi masyarakat.
b. Partisifasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan tarap hidup masyarakat.
c. Antara partisifasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara mandiri, terhadap hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang tidak dapat dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Masyarakat yang berkemampuan demikian biasa membangun dengan atau tanpa partisipasi vertikal dari pihak lain.
d. Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui intensifikasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Lebih lanjut Talizuduhu Ndrana (1989: 170) berpendapat bahwa keempat sasaran pembangunan masyarakat diatas yaitu perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri tidak berdiri sendiri melainkan diusahakan agar satu berkaitan dengan yang lainnya sehingga ketiganya sebuah paket usaha.
Prinsip Pembangunan Masyarakat
1. PM merupakan proses perubahan yang disengaja dan terarah
2. PM bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat
3.PM mengutamakan pendayagunaan potensi dan sumbersumbersetempat
4. PM mengutamkan kreativitas dan inisiatif masyarakat
5. PM mengutamakan partisipasi masyarakat
Pendekatan dalam Pembangunan Masyarakat
Improvement Approach & Transformation Approach
Kedua pendekatan ini berangkat dari pemikiran yang sama mengenai pembangunan masyarakat, diamana kedua pendekatan ini melihat bahwa perlu ada perubahan dalam masyarakat.  Namun dalam tindakan penyelesainnya, kedua pendekatan ini berbeda dimana improvement approach menekankan pada perubahan namun tetap dalam koridor system yang sudah ada, ibarat rumah rusah, maka tambal sulam dilakukan namun tidak merubah struktur yang sudah ada.  Sedangkan pendekatan transformasi menekankan perlunya totalitas perubahan termasuk struktur yang sudah ada.
Pendekatan proses dan Material
Perbedaan besar dari kedua pendekatan tersebut adalah pada orientasi atas perubahan social yang diharapkan.  Pendekatan Proses mengedapankan manusia dalam proses pembangunan serta berorientasi pada proses, sedangkan pendekatan material mengedepankan hasil materi yang dicapai dalam proses pembangunan masyarakat.
Self Help dan Teknokratik
Perbedaan mendasar dari pendekatan self help dan teknokratik dalam pembangunan masyarakat berdasarkan kepada cara untuk melakukan perubahan.  Bagi pendekatan self help menekankan sumber perubahan yang berasal dari dalam masyarakat dengan mengandalkan kemampuan dari dalam dirinya sendiri.  Meskipun pada kenyataanya pendekatan ini tetap merasa perlu adanya teknologi yang berasal dari luar namun penekanan pada pilihan demokratis masyarakat untuk merubah dirinya sesuai dengan keinginan dan kemauanya sendiri jauh lebih besar.  Sedangkan pendekatan teknokratik mnekankan sumber perubahan dalam masyarakat yang berasal dari luar melalui intervensi.  Sebagaimana kepercayaan negara-negara maju bahwa untuk melakukan perubahan bagi negara berkembang dibutuhkan intervensi dari negara maju agar mampu merubah masyarakat.
Uniformitas dan Variasi lokal
Pendekatan uniformitas dalam pembangunan masyarakat melihat adanya nilai-nilai yang seragam dalam masyarakat.  Perbedaan seperti geografis, potensi hanyalah merupakan variasi saja.  Namun dalam pengembangannya dibutuhkan blueprint yang bersifat universal untuk dilakukan.  Sangat berkebalikan dengan pendekatan variasi local yang meliat keunikan ditingkat local yang justru membutuhkan pendekatan yang spesifik dan berbeda pula, tergantung pada nilai local yang ada pada suatu masyarakat.

MINGGU KE 4
Modal Sosial untuk Pembangunan
Modal  sosial  merupakan  sumberdaya  sosial  yang  dapat  dipandang  sebagai investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru dalam masyarakat. Oleh karena itu modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Fukuyama (1999) menyatakan bahwa modal  sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi, Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara determinan utamanya adalah kerdil- nya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejah- teraan penduduk.
Pengertian Modal Sosial
Sejak kajian pertama tentang modal sosial dilakukan pada awal tahun 1916 oleh Lyda Judson Hanifan sampai dengan lahirnya kajian modern mengenai modal sosial di akhir abad 20 yang dipelopori oleh Robert D. Putnam, James S. Coleman, dan Francis Fukuyama, telah banyak definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai modal sosial. Beberapa definisi diuraikan di bawah ini:
Putnam, et al (dalam Suharto, 2007) menyatakan modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau hal timbal balik), dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat), yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi   adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Fukuyama (1995) menyatakan modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya keper- cayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Eva Cox (1995) menyatakan modal sosial adalah suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma- norma dan kepercayaan social yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Narayan (dalam Suharto, 2007) menyatakan modal sosial adalah aturan-aturan, norma-norma, kewajiban-kewajiban, hal timbal balik dan kepercayaan yang mengikat dalam hubungan sosial, struktur sosial dan pengaturan-pengaturan kelembagaan masyarakat yang memungkinkan para anggota untuk mencapai hasil sasaran individu dan masyarakat mereka.
Menurut Coleman (1988) modal sosial terdiri dari beberapa aspek struktur-struktur sosial, yang memudahkan tindakan-tindakan tertentu pelaku orang-orang – apakah atau pelaku (perseroan/perusahaan) – dalam struktur. Upphoff (dalam Suharto, 2007) modal sosial dapat diperlakukan sebagai satu akumulasi berbagai jenis-jenis psikologis, budaya, kelembagaan sosial yang tak terukur, dan asset-asset yang terkait pengaruh perilaku kerjasama. Bank dunia (dalam Ancok, 2003) modal sosial adalah sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan  kuantitas hubungan sosial  dalam  masyarakat  serta menjadi perekat yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama.
Dhesi (dalam Suharto 2007) modal sosial adalah pengetahuan dibagi bersama, pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, norma-norma, dan jaringan sosial untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan. Cohen dan Prusak (2001) modal sosial adalah stok dari hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust), kesalingpengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shard  value),  yang  mengikat  anggota  kelompok  untuk  membuat  kemungkinan  aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Menurut Suharto (2007) modal sosial dapat  diartikan  sebagai  sumber  (resource)  yang  timbul  dari  adanya  interaksi  antara orang-orang dalam komunitas. Pengukuran modal sosial sering dilakukan melalui hasil interaksi tersebut, seperti: terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Dalam skala individual interaksi terjadi pada relasi intim antara individu yang menghasilkan ikatan emosional. Dalam skala institusional, interaksi terjadi pada saat beberapa organisasi memiliki kesamaan visi dan tujuan.
Dari berbagai definisi di atas maka pengertian dari modal sosial dapat disimpulkan sebagai sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, hubungan-hubungan  timbal  balik,  dan  jaringan-jaringan  sosial,  nilai-nilai  dan  norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Modal sosial akan tumbuh dan berkembang kalau digunakan bersama dan akan mengalami kepunahan kalau tidak dilembagakan secara bersama, oleh karena itu, pewarisan nilai modal sosial dilakukan melalui proses adaptasi, pembelajaran, serta pengalaman dalam praktek nyata.
Unsur-Unsur Modal Sosial
Blakeley  dan  Suggate,  dalam  Suharto  (2007)  menyatakan  bahwa  unsur-unsur modal sosial adalah: (1) Kepercayaan, tumbuhnya sikap saling percaya antar individu dan antar institusi dalam masyarakat; (2) Kohesivitas, adanya hubungan yang erat dan padu dalam membangun solidaritas masyarakat; (3) Altruisme, paham yang mendahulukan kepentingan orang lain; (4) Perasaan tidak egois dan tidak individualistik yang meng- utamakan kepentingan umum dan orang lain di atas kepentingan sendiri; (5) Gotong- royong, sikap empati dan perilaku yang mau menolong orang lain dan bahu-membahu dalam melakukan berbagai upaya untuk kepentingan bersama; dan (6) Jaringan, dan kolaborasi sosial, membangun hubungan dan kerjasama antar individu dan antar institusi baik di dalam komunitas sendiri/ kelompok maupun di luar komunitas/kelompok dalam berbagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Hasbullah (2006) mengetengahkan enam unsur pokok dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada, yaitu:
1.Participation in a network. Kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota kelompok atau anggota masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.
2.Reciprocity.  Kecenderungan  saling  tukar  kebaikan  antar  individu  dalam  suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran terjadi dalam suatu kombinasi jangka panjang dan jangka pendek dengan nuansa altruism tanpa mengharapkan imbalan. Pada masyarakat dan kelompok-kelompok sosial yang terbentuk yang memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi.
3.Trust. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya  yang  didasari  oleh  perasaan  yakin  bahwa  yang  lain  akan  melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993). Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan  dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama.  Hal ini memungkinkan masyarakat  untuk  bersatu  dan  memberikan  kontribusi  pada  peningkatan  modal sosial.
4.Social  norms.  Sekumpulan  aturan  yang  diharapkan  dipatuhi  dan  diikuti  oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan ini biasanya ter- institusionalisasi, tidak tertulis  tapi dipahami sebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika melanggar. Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan masyarakat.  Oleh karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.
5.Values. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudaya- an, biasanya ia tumbuh dan berkembang dalam mendominasi kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan bertindak  dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola cultural.
6.  Proactive  action.  Keinginan  yang  kuat  dari  anggota  kelompok  untuk  tidak  saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat. Anggota kelompok melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya hubungan-hubungan sosial dan menguntung- kan kelompok. Perilaku inisiatif dalam mencari informasi berbagai pengalaman, memperkaya  ide,  pengetahuan,  dan  beragam  bentuk  inisiatif  lainnya  baik  oleh individu mapun kelompok, merupakan wujud modal sosial yang berguna dalam membangun masyarakat.
Ridell, dalam Suharto (2007) menuliskan tiga parameter modal sosial: (1) Keper- cayaan (trust), harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat, yang ditunjukkan oleh adanya  perilaku  jujur,  teratur,  dan kerjasama berdasarkan  norma-norma  yang  dianut bersama; (2) Norma-norma (norms), norma terdiri pemahaman-pemahaman, nilai-nlai, harapan-harapan, dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelom- pok orang; (3) Jaringan-jaringan (networks), merupakan infrastruktur dinamis yang berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan mem- perkuat kerjasama.
Peranan Modal Sosial Dalam Pembangunan
Perkembangan paradigma dan teori pembangunan telah mengalami perubahan sejak 30 tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh ketidakpuasan pada perkembangan pembangunan di banyak  negara berkembang dan  negara miskin  di benua  Asia  dan Afrika. Paradigma pembangunan yang ada sebelumnya telah menjerumuskan negara- negara tersebut dalam kemiskinan akibat lemahnya kontrol negara terhadap pengaruh dan intervensi negara asing dalam bidang perekonomian, perdagangan, industri, budaya, dan politik, yang berimbas pada lemahnya kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Perubahan   paradigma   yang   terjadi   kemudian,   banyak   negara   belum   juga berdampak  positif  bagi  masyarakat.  Upaya  penanggulangan  kemiskinan  dan  upaya membebaskan bangsa dari keterbelakangan senantiasa tidak menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini erat kaitannya dengan tidak dimasukkannya modal sosial sebagai faktor penting dalam mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kebijakan. Kenyataan ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dimensi kultural dan pendayagunaan peran lembaga-lembaga yang tumbuh dalam masyarakat untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses-proses pembangunan. Fukuyama (2002) misalnya menyebutkan faktor kultural, khususnya modal sosial menempati posisi yang sangat penting sebagai faktor yang menentukan kualitas masyarakat.
Modal Sosial dan Pembangunan Manusia
Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling memper-cayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-eksternal dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel dengan pembangunan social.
Modal Sosial dan Pembangunan Sosial
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dengan saling  percaya, toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya.
Pada masyarakat tradisional, diketahui memiliki asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komu-
nitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong
munculnya organisasi-organisasi modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan- jaringan  informal  dalam  masyarakat  yang  secara  mandiri  dapat  mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama dalam kerangka pembangunan masyarakat.
Berkembangnya modal sosial di tengah masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, dan merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Hasbullah (2006) memaparkan mengenaijaringan-jaringan yang memperkuat   modal sosial akan memudahkan saluran informasi dan  ide  dari  luar  yang  merangsang  perkembangan  kelompok  masyarakat.  Hasilnya adalah lahirnya masyarakat peduli pada  berbagai aspek dan dimensi aktifitas kehidupan, masyarakat yang saling memberi perhatian dan saling percaya. Situasi yang mendorong kehidupan bermasyarakat yang damai, bersahabat, dan tenteram.
Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (2002) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi.
Hasbullah (2006) memberikan contoh perkembangan ekonomi yang sangat tinggi diAsia  Timur  sebagai  pengaruh  pola  perdagangan  dan  perekonomian  yang  dijalankan pelaku ekonomi Cina dalam  menjalankan usahanya  memiliki tingkat kohesifitas  yang tinggi karena dipengaruhi oleh koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, meskipun demikian pola ini mendorong pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas keluarga, suku, agama, dan negara.
Budaya gotong-royong, tolong menolong, saling mengingatkan antar individu dalam entitas masyarakat desa merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity), saling per-
caya (trust), dan adanya jaringan-jaringan sosial (sosial networking). Hal ini membangun kekompakan  pada  masyarakat  desa  untuk  bersama-sama  dalam  memulai  bercocok tanam  bersama-sama  untuk  menghindari  hama,  membentuk  kelompok  tani  untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi bersama dalam rangka meningkatkan perekonomian pertanian.
Pembangunan industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha. Investor asing akan tertarik untuk menanamkan modal usaha pada masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, kepercaya-an, terbuka dan memiliki tingkat empati yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya.
Modal Sosial dan Pembangunan Politik
Modal  Sosial  yang  tinggi,  menurut  Putnam  (2002)  membawa  dampak  pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya. Akibat positif yang dihasilkan  adalah  pemerintah  akan  memilki  akuntabilitas  yang  lebih  kuat  (Hasbullah,2006). Tingginya modal sosial akan mendorong efektifitas pemerintahan, beragam determinan memungkinkan negara berfungsi secara lebih efektif dan memiliki legitimasi.  Modal sosial tinggi yang dimiliki masyarakat lebih dapat memfasilitasi hubungan antara negara dan rakyat. Hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan menjamin stabilitas politik negara.  Di tingkat lokal, modal sosial dapat menjembatani hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyebarkan informasi dan mengimplementasikan program-program pembangunan. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, keterbukaan pemerintah pada masyarakat, adanya komitmen dan keinginan yang kuat antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk membangun, serta adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan  akan mendorong terciptanya pembangunan  sistem pemerintahan yang baik dimana akuntabilitas dan transparansi pemerintahan berimbang dengan akses dan kontrol masyarakat terhadap pemerintahan. Hal ini juga dapat mendorong  demokrasi tumbuh dari bawah dan memungkinkan pembangunan politik tidak hanya pada arus pusat tapi juga lokal.  Di samping itu, negara melalui sistem pemerintahan yang baik dapat mendorong menguatnya modal sosial yang mendukung berkembangnya kepercayaan, nilai-nilai, dan norma yang baik dengan menciptakan situasi yang kondusif dalam mempererat jaring- jaring sosial di dalam masyarakat dan merangsang tumbuhnya sikap proaktif masyarakat dalam pembangunan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar