Pemahaman
tentang Hakikat manusia dalam pembangunan
Manusia dan Pembangunan Dalam Pandangan Islam
Pembangunan terkadang selalu berdimensi ekonomi. Pembangunan dalam tinjaun islam tentu tidak
melulu mengenai persoalan ekonomi, namun termasuk didalamnya adalah pembangunan
manusia dalam tinjaun akhlak. Khursyid Arsyad meletakkan 4
prinsip dasar filosofi pembangunan dalam islam yaitu Tauhid, Rububiyyah, Khalifah dan Tazkiyah. Bedasarkan keempat filosofi pembangunan
ini maka tentu dapat dilihat bagaimana islam memandang pembangunan hanya dalam
dimensi materialis namun bersifat komprehensif
yang mengandung unsur spiritual, moral dan material, dengan memfokuskan
pada pembangunan manusia dalam lingkungan kulturalnya dengan memanfaatkan
sumber daya yang telah dianugrahkan oleh sang pencipta alam semesta.
Pengertian Pembangunan
Sejauh ini
serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah berkembang, mulai dari
perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis,
modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan
pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada
tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi
untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga
negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho
dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema pertama adalah
koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti
yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang
lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya
berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan.
Mengenai pengertian
pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya
peren¬canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang
dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan
Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan
merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994)
memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building)”.
Ginanjar Kartasasmita
(1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
Pembangunan
(development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial,
seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan
pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat.
Deddy T. Tikson
(2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju
arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat
dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor
industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin
besar.
Pembangunan
adalah seluruh aktivitas yang berjala simultan, meliputi
perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi guna mencapai tujuan kea rah kesejahteraan
masyrakat ang lebih baik.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari
pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan.
Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau
peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas
masyarakat.
Sebagaimana
dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua proses
perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Pengertian
pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan.
Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata
pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber-kembang,
mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan
Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya
ulasan pen¬dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan¬jutan. Tema
pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan
perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah
terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan
bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek
kehidupan.
MINGGU KE 2
Pendekatan
Pembangunan
1)Pendekatan Pertumbuhan (Growth Approach)
Pendekatan pertumbuhan telah membawa
optimisme dan harapan yang besar pada konsep pembangunan, hal ini muncul karena
adanya dinamika pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh negara-negara di Barat
yang sudah melakukan industrialisasi dan melihat pertumbuhan material sebagai
syarat mutlak untuk suatu pembangunan yang berhasil. Dengan mengadopsi pemikiran Keynesian dan Rostow, maka ditempuhlah “strategi industrialisasi
dengan kebijaksanaan subtitusi
impor. Dengan mengadopsi teori Rostow
yang menggambarkan tahapan-tahapan pembangunan yang dimulai dengan tahap
masyarakat tradisional; prasarat untuk tinggal landas, tinggal landas menuju
kedewasaan; dan masa konsumsi tinggi maka untuk mewujudkan tahapan tersebut
dimulailah dengan menyuntikkan investasi padat modal untuk mendongkrak sumber
daya dan potensi yang ada pada masyarakat.
2) Pendekatan Pertumbuhan dan Pemerataan
Kelemahan pendekatan pertumbuhan yang hanya
mengedepankan pertumbuhan yang tingggi melalui peningkatan GNP sebagaimana
dijelaskan diatas mengalami perkembangan.
Pendekatan
pertumbuhan dan pemerataan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan pendekatan
pertumbuhan, tetapi pada pendekatan ini dilakukan banyak perbaikan untuk
menutupi kekurangan pada pendekatan pertama. Kesamaanya
tampak pada analisis yang masih menekankan pad tahap pertumbuhan awal serta
peningkatan rekayasasosial sebagai suatu rencana induk dimana persepsi, desain
dan instrument lebih banyak dikembangkan oleh mereka yang berada diatas.
3) Paradigma ketergantungan
Paradigma ketergantungan dalam teori pembangunan
berawal dari pengalaman negara-negara Amerika Latin sejak masa depresi tahun
1930-an. Konsep ketergantungan oleh
Cardoso (dimunculkan pada tahun 1970-an) ini lahir karena banyaknya kelemahan
dari konsep pembangunan yang ada, sehingga dipandang perlu adanya
komponen-komponen dari luar negeri untuk menggerakkan kegiatan industry yang
akhirnya menyebabkan ketergantungan dari segi teknologi dan kapital. Alasan lain munculnya pemikiran tentang perlunya ketergantungan adalah karena
distribusi pendapatan di Amerika Latin menimbulkan pembatasan akan permintaan
terhadap barang hasil industry hanya mampu dinikmati sekelompok kecil kaum elit
dan setelah permintaan
terpenuhi maka proses pertumbuhan terhenti (Hadad, 1980:31 dalam Rukminto
2002:19). Cardoso mengklain bahwa
negara-negara selatan saat itu berada dalam kondisi ketergantungan terhadap negara
utara dalam hal teknologi dan capital, yang akhirnya akan mempengaruhi
pembangunan dalam negara dunia ketiga.
4)
Pendekatan Kebutuhan Pokok
Pendekatan kebutuhan pokok tumbuh karena
adanya kebutuhan akan pembangunan yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangansosial. Dalam pendekatan kebutuhan pokok ini terdapat preposisi bahwa “kebutuhan
pokok tidak mungkin dapat dipenuhi jika mereka masih berada dibawah garis
kemiskinan serta tidak mempunyai pekerjaan untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik” oleh karena itu ada tiga sasaran yang coba dikembangkan secara bersamaan
yaitu:
·
Membuka lapangan kerja
·
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
·
Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
5) Pendekatan Kemandirian
Pendekatan kemandirian menekankan pada pentingnya
usaha-usaha pada level dalam negeri untuk dilindungi dan dijadikan sebagai
penopang ekonomi negara. Pendekatan kemandirian menyajikan dua
perspektif, yang pertama adalah penekanan yang lebih diutamakan pada hubungan
timbal balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan kerjasama
pembangunan, yang kedua adalah lebih mengandalkan pada kemampuan dan sumber
daya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan perdebatan internasional
tentang pembangunan. Artinya memapankan ekonomi secara nasional
adalah langkah awal untuk membangun perekonomian sebelum mengikuti kerasnya
persaingan ekonomi dalam skala internasional.
MINGGU KE 3
Konsep Pembangunan Masyarakat
Pembangunan
masyarakat pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses perubahan menuju
kehidupan yang lebih baik lagi bagi masyarakat, dengan mengkondisikan serta
menaruh kepercayaan kepada masyarakat itu sendiri untuk membangun dirinya
sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Penertian Baku mengenai pembangunan
masyarakat telah ditetapkan PBB, dalam Konkon Subrata (1991:4) bahwa:
“Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan
kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi social masyarakat seluruhnya kepada
inisiatif masyarakat”. Menurut definisi tersebut,
pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar masyarakat yang
bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri, maupun kegiatan
pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi social dan kebudayaan
masyarakat (komunitas). Mengintegrasikan berbagai
komunitas itu dalam kehidupan bangsa dan memampukan mereka untuk memberikan
sepenuhnya demi kemajuan bangsa dan Negara berjalan terpadu didalam proses
tersebut. Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama, partisipasi
masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki tarap hidup
mereka. Sedapat-dapatnya berdasarkan kekuatan dan prakarsa sendiri. Kedua,
bantuan dan pelayanan teknik yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk
menolong diri sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah.
Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang untuk
perbaikan proyek khusus terhadap proyek khusus (Talizuduhun Ndraha,1990:34)
Selanjutnya Konkon Subrata (1990:6) memberikan batasan tentang pembangunan
masyarakat, yaitu: “ Pembangunan masyarakat adalah proses evaluasi dimana
sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebutuhan dan aspirasi bekerjasama
untuk memperbiaki keadan social ekonomi yang lebih baik, materil dan spiritual
bagi perseorangan dan masyarakat”. Pengertian pembangunan masyarakat diatas,
menunjukan bahwa pembangunan masyarakat sesungguhnya merupakan upaya
terorganisir secara berkelompok yang memiliki kebutuhan yang sama, yaitu untuk
memperbaiki kondisi masyarakat yang lebih baik,khususnya bagi anggotanya. 2.
Tujuan dan Sasaran Pembangunan Masyarakat. Tujuan pembangunan masyarakat adalah
untuk menciptakan kondisi-kondisi untuk tumbuhnya suatu masyarakat yang tumbuh
dan berkembang secara berswadaya dalam hal ini, adalah masyarakat miskin
sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu social yang dapat
menahan laju perkenbangan masyarakat (adapt, tradisi, kebiasaan, cara dan sikap
hidup yang dapat menjadi hambatan pembangunan). Selanjutnya,
Talizuduhu Nddrana (1982:107) menguraikan tentang sasaran pembangunan
masyarakat yaitu sebagai berikut :
a.
Peningkatan tarap hidup masyarakat, diusahakan sebagai usaha pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan swadaya masyarakat. dan juga sebagai usaha menggerakan
partisifasi masyarakat.
b.
Partisifasi masyarakat dapat meningkat dalam upaya peningkatan tarap hidup
masyarakat.
c.
Antara partisifasi masyarakat dengan kemampuannya berkembang secara mandiri,
terhadap hubungan yang erat sekali, ibarat dua sisi mata uang tidak dapat
dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Masyarakat yang berkemampuan demikian biasa
membangun dengan atau tanpa partisipasi vertikal dari pihak lain.
d.
Kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dapat ditumbuhkan melalui
intensifikasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Lebih lanjut Talizuduhu
Ndrana (1989: 170) berpendapat bahwa keempat sasaran pembangunan masyarakat
diatas yaitu perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat
miskin, pembangkitan partisipasi masyarakat dan menumbuhkan kemampuan
masyarakat untuk berkembang secara mandiri tidak berdiri sendiri melainkan
diusahakan agar satu berkaitan dengan yang lainnya sehingga ketiganya sebuah
paket usaha.
Prinsip
Pembangunan Masyarakat
1. PM
merupakan proses perubahan yang disengaja dan terarah
2. PM
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat
3.PM
mengutamakan pendayagunaan potensi dan sumbersumbersetempat
4. PM
mengutamkan kreativitas dan inisiatif masyarakat
5. PM
mengutamakan partisipasi masyarakat
Pendekatan dalam
Pembangunan Masyarakat
Improvement Approach & Transformation Approach
Kedua pendekatan ini berangkat dari pemikiran yang
sama mengenai pembangunan masyarakat, diamana kedua pendekatan ini melihat
bahwa perlu ada perubahan dalam masyarakat.
Namun dalam tindakan penyelesainnya, kedua pendekatan ini berbeda dimana
improvement approach menekankan pada perubahan namun tetap
dalam koridor system yang sudah ada, ibarat rumah rusah, maka tambal sulam
dilakukan namun tidak merubah struktur yang sudah ada. Sedangkan pendekatan transformasi menekankan
perlunya totalitas perubahan termasuk struktur yang sudah ada.
Pendekatan proses dan
Material
Perbedaan besar dari kedua pendekatan tersebut adalah
pada orientasi atas perubahan social yang diharapkan. Pendekatan Proses mengedapankan manusia dalam proses
pembangunan serta berorientasi pada proses, sedangkan pendekatan material
mengedepankan hasil materi yang dicapai dalam proses pembangunan masyarakat.
Self Help dan
Teknokratik
Perbedaan mendasar dari pendekatan self
help dan teknokratik dalam pembangunan masyarakat berdasarkan kepada cara untuk
melakukan perubahan. Bagi pendekatan self help menekankan sumber perubahan
yang berasal dari dalam masyarakat dengan mengandalkan kemampuan dari dalam
dirinya sendiri. Meskipun pada kenyataanya pendekatan ini tetap merasa
perlu adanya teknologi yang berasal dari luar namun penekanan pada pilihan
demokratis masyarakat untuk merubah dirinya sesuai dengan keinginan dan
kemauanya sendiri jauh lebih besar. Sedangkan pendekatan teknokratik
mnekankan sumber perubahan dalam masyarakat yang berasal dari luar melalui
intervensi. Sebagaimana kepercayaan negara-negara maju bahwa untuk
melakukan perubahan bagi negara berkembang dibutuhkan intervensi dari negara
maju agar mampu merubah masyarakat.
Uniformitas dan
Variasi lokal
Pendekatan uniformitas dalam pembangunan
masyarakat melihat adanya nilai-nilai yang seragam dalam masyarakat. Perbedaan seperti geografis, potensi hanyalah
merupakan variasi saja. Namun dalam pengembangannya dibutuhkan blueprint yang bersifat universal untuk
dilakukan. Sangat berkebalikan dengan
pendekatan variasi local yang meliat keunikan ditingkat local yang justru
membutuhkan pendekatan yang spesifik dan berbeda pula, tergantung pada nilai
local yang ada pada suatu masyarakat.
MINGGU KE 4
Modal Sosial untuk
Pembangunan
Modal
sosial merupakan sumberdaya
sosial yang dapat
dipandang sebagai investasi untuk
mendapatkan sumberdaya baru dalam masyarakat. Oleh karena itu modal sosial diyakini sebagai salah
satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan
dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Fukuyama (1999)
menyatakan bahwa modal sosial memegang
peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan
masyarakat modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan
manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi,
Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara
determinan utamanya adalah kerdil- nya modal sosial yang tumbuh di tengah
masyarakat. Modal
sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah
kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap
upaya untuk meningkatkan kesejah- teraan penduduk.
Pengertian Modal
Sosial
Sejak kajian pertama tentang modal
sosial dilakukan pada awal tahun 1916 oleh Lyda Judson Hanifan sampai dengan
lahirnya kajian modern mengenai modal sosial di akhir abad 20 yang dipelopori
oleh Robert D. Putnam, James S. Coleman, dan Francis Fukuyama, telah banyak
definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai modal sosial. Beberapa definisi
diuraikan di bawah ini:
Putnam, et al (dalam Suharto, 2007)
menyatakan modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti
kepercayaan, norma-norma (atau hal timbal balik), dan jaringan (dari
ikatan-ikatan masyarakat), yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan
memfasilitasi adanya koordinasi dan
kerjasama bagi keuntungan bersama. Fukuyama (1995) menyatakan modal sosial
adalah kemampuan yang timbul dari adanya keper- cayaan (trust) dalam sebuah
komunitas. Eva Cox (1995) menyatakan modal sosial adalah suatu rangkaian proses
hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma- norma dan
kepercayaan social yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan
kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Narayan (dalam Suharto, 2007)
menyatakan modal sosial adalah aturan-aturan, norma-norma, kewajiban-kewajiban,
hal timbal balik dan kepercayaan yang mengikat dalam hubungan sosial, struktur
sosial dan pengaturan-pengaturan kelembagaan masyarakat yang memungkinkan para
anggota untuk mencapai hasil sasaran individu dan masyarakat mereka.
Menurut Coleman (1988) modal sosial
terdiri dari beberapa aspek struktur-struktur sosial, yang memudahkan
tindakan-tindakan tertentu pelaku orang-orang – apakah atau pelaku
(perseroan/perusahaan) – dalam struktur. Upphoff (dalam Suharto, 2007) modal
sosial dapat diperlakukan sebagai satu akumulasi berbagai jenis-jenis
psikologis, budaya, kelembagaan sosial yang tak terukur, dan asset-asset yang terkait
pengaruh perilaku kerjasama. Bank dunia (dalam Ancok, 2003) modal sosial adalah
sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-hubungan yang tercipta
dan norma-norma yang membentuk kualitas dan
kuantitas hubungan sosial
dalam masyarakat serta menjadi perekat yang menjaga kesatuan
anggota kelompok secara bersama-sama.
Dhesi (dalam Suharto 2007) modal sosial adalah
pengetahuan dibagi bersama, pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, norma-norma, dan
jaringan sosial untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan. Cohen dan Prusak
(2001) modal sosial adalah stok dari hubungan yang aktif antar masyarakat.
Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust),
kesalingpengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shard value),
yang mengikat anggota
kelompok untuk membuat
kemungkinan aksi bersama dapat
dilakukan secara efisien dan efektif. Menurut Suharto (2007) modal sosial
dapat diartikan sebagai
sumber (resource) yang
timbul dari adanya
interaksi antara orang-orang
dalam komunitas. Pengukuran modal sosial sering dilakukan melalui hasil
interaksi tersebut, seperti: terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat.
Interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Dalam
skala individual interaksi terjadi pada relasi intim antara individu yang
menghasilkan ikatan emosional. Dalam skala institusional, interaksi terjadi
pada saat beberapa organisasi memiliki kesamaan visi dan tujuan.
Dari berbagai definisi di atas maka pengertian dari modal sosial dapat disimpulkan sebagai
sumberdaya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar
individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan,
hubungan-hubungan timbal balik,
dan jaringan-jaringan sosial,
nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur
masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan
bersama. Modal sosial
akan tumbuh dan berkembang kalau digunakan bersama dan akan mengalami kepunahan
kalau tidak dilembagakan secara bersama, oleh karena itu, pewarisan nilai modal
sosial dilakukan melalui proses adaptasi, pembelajaran, serta pengalaman dalam
praktek nyata.
Unsur-Unsur Modal
Sosial
Blakeley
dan Suggate, dalam
Suharto (2007) menyatakan
bahwa unsur-unsur modal sosial
adalah: (1) Kepercayaan, tumbuhnya sikap saling percaya antar individu dan
antar institusi dalam masyarakat; (2) Kohesivitas, adanya hubungan yang erat
dan padu dalam membangun solidaritas masyarakat; (3) Altruisme, paham yang
mendahulukan kepentingan orang lain; (4) Perasaan tidak egois dan tidak
individualistik yang meng- utamakan kepentingan umum dan orang lain di atas
kepentingan sendiri; (5) Gotong- royong, sikap empati dan perilaku yang mau
menolong orang lain dan bahu-membahu dalam melakukan berbagai upaya untuk
kepentingan bersama; dan (6) Jaringan, dan kolaborasi sosial, membangun
hubungan dan kerjasama antar individu dan antar institusi baik di dalam
komunitas sendiri/ kelompok maupun di luar komunitas/kelompok dalam berbagai
kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Hasbullah (2006) mengetengahkan enam unsur pokok dalam
modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada,
yaitu:
1.Participation in a network. Kemampuan sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam
suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan
dan dilakukan atas dasar prinsip kesukarelaaan (voluntary), kesamaan
(equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota
kelompok atau anggota masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola
hubungan yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat
tidaknya modal sosial suatu kelompok.
2.Reciprocity. Kecenderungan saling tukar
kebaikan antar individu
dalam suatu kelompok atau antar
kelompok itu sendiri. Pola pertukaran terjadi dalam suatu kombinasi jangka
panjang dan jangka pendek dengan nuansa altruism tanpa mengharapkan imbalan.
Pada masyarakat dan kelompok-kelompok sosial yang terbentuk yang memiliki bobot
resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal
sosial yang tinggi.
3.Trust. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan sosialnya yang didasari
oleh perasaan yakin
bahwa yang lain
akan melakukan sesuatu seperti
yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang
saling mendukung. Paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri
dan kelompoknya (Putnam, 1993). Tindakan kolektif yang didasari saling percaya
akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan
bersama. Hal ini memungkinkan
masyarakat untuk bersatu
dan memberikan kontribusi
pada peningkatan modal sosial.
4.Social
norms. Sekumpulan
aturan yang diharapkan
dipatuhi dan diikuti
oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan ini
biasanya ter- institusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu pola tingkah
laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan
jika melanggar. Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu
karena merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan
masyarakat. Oleh karenanya norma sosial
disebut sebagai salah satu modal sosial.
5.Values. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar
dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting
dalam kebudaya- an, biasanya ia tumbuh dan berkembang dalam mendominasi
kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan
bertindak dan berperilaku masyarakat
yang pada akhirnya membentuk pola cultural.
6.
Proactive action. Keinginan yang kuat
dari anggota kelompok
untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari
jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat.
Anggota kelompok melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya
hubungan-hubungan sosial dan menguntung- kan kelompok. Perilaku inisiatif dalam
mencari informasi berbagai pengalaman, memperkaya ide,
pengetahuan, dan beragam
bentuk inisiatif lainnya
baik oleh individu mapun
kelompok, merupakan wujud modal sosial yang berguna dalam membangun masyarakat.
Ridell, dalam Suharto (2007) menuliskan tiga parameter
modal sosial: (1) Keper- cayaan (trust), harapan yang tumbuh di dalam sebuah
masyarakat, yang ditunjukkan oleh adanya
perilaku jujur, teratur,
dan kerjasama berdasarkan
norma-norma yang dianut bersama; (2) Norma-norma (norms),
norma terdiri pemahaman-pemahaman, nilai-nlai, harapan-harapan, dan
tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelom- pok orang; (3)
Jaringan-jaringan (networks), merupakan infrastruktur dinamis yang berwujud
jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya
komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan mem- perkuat
kerjasama.
Peranan Modal Sosial
Dalam Pembangunan
Perkembangan paradigma dan teori pembangunan telah
mengalami perubahan sejak 30 tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh ketidakpuasan
pada perkembangan pembangunan di banyak
negara berkembang dan negara
miskin di benua Asia
dan Afrika. Paradigma pembangunan yang ada sebelumnya telah
menjerumuskan negara- negara tersebut dalam kemiskinan akibat lemahnya kontrol
negara terhadap pengaruh dan intervensi negara asing dalam bidang perekonomian,
perdagangan, industri, budaya, dan politik, yang berimbas pada lemahnya
kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah yang berpihak pada kepentingan
masyarakat.
Perubahan
paradigma yang terjadi
kemudian, banyak negara
belum juga berdampak positif
bagi masyarakat.
Upaya penanggulangan kemiskinan
dan upaya membebaskan bangsa dari
keterbelakangan senantiasa tidak menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini
erat kaitannya dengan tidak dimasukkannya modal sosial sebagai faktor penting
dalam mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kebijakan. Kenyataan ini
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dimensi kultural dan pendayagunaan peran
lembaga-lembaga yang tumbuh dalam masyarakat untuk mempercepat dan
mengoptimalkan proses-proses pembangunan. Fukuyama (2002) misalnya menyebutkan faktor kultural,
khususnya modal sosial menempati posisi yang sangat penting sebagai faktor yang
menentukan kualitas masyarakat.
Modal Sosial dan
Pembangunan Manusia
Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa
yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam
menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan
rakyatnya. Modal
sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang
dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam konteks pembangunan manusia, modal
sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia
sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan
kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di
dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas
hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling
memper-cayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-eksternal
dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling
menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan
memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam
masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong
peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel
dengan pembangunan social.
Modal Sosial dan
Pembangunan Sosial
Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan
membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah.
Dengan saling percaya, toleransi, dan
kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya
maupun dengan kelompok masyarakat lainnya.
Pada masyarakat tradisional, diketahui memiliki
asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma,
dan etika kolektif sebagai sebuah komu-
nitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal
sosial yang dapat mendorong
munculnya organisasi-organisasi modern dengan prinsip
keterbukaan, dan jaringan- jaringan
informal dalam masyarakat
yang secara mandiri
dapat mengembangkan pengetahuan
dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama
dalam kerangka pembangunan masyarakat.
Berkembangnya modal sosial di tengah
masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, dan
merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar
kelompoknya.
Hasbullah (2006) memaparkan mengenaijaringan-jaringan yang memperkuat modal sosial akan memudahkan saluran
informasi dan ide dari
luar yang merangsang
perkembangan kelompok masyarakat. Hasilnya adalah lahirnya masyarakat peduli
pada berbagai aspek dan dimensi
aktifitas kehidupan, masyarakat yang saling memberi perhatian dan saling
percaya. Situasi yang mendorong kehidupan bermasyarakat yang damai, bersahabat,
dan tenteram.
Modal Sosial dan
Pembangunan Ekonomi
Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap
perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (2002) menunjukkan
hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang
kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat
rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh
antar sesama pelaku ekonomi.
Hasbullah (2006) memberikan contoh perkembangan
ekonomi yang sangat tinggi diAsia
Timur sebagai pengaruh
pola perdagangan dan
perekonomian yang dijalankan pelaku ekonomi Cina dalam menjalankan usahanya memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh
koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, meskipun demikian pola ini mendorong
pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati
batas-batas keluarga, suku, agama, dan negara.
Budaya gotong-royong, tolong menolong,
saling mengingatkan antar individu dalam entitas masyarakat desa merefleksikan
semangat saling memberi (reciprocity), saling per-
caya (trust), dan adanya
jaringan-jaringan sosial (sosial networking). Hal ini membangun kekompakan pada
masyarakat desa untuk
bersama-sama dalam memulai
bercocok tanam bersama-sama untuk
menghindari hama, membentuk
kelompok tani untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan
dan mencari solusi bersama dalam rangka meningkatkan perekonomian pertanian.
Pembangunan industri pada masyarakat dengan modal
sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi
kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di
tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha.
Investor asing akan tertarik untuk menanamkan modal usaha pada masyarakat yang
menjunjung nilai kejujuran, kepercaya-an, terbuka dan memiliki tingkat empati
yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan sektor ekonomi
lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya.
Modal Sosial dan
Pembangunan Politik
Modal
Sosial yang tinggi,
menurut Putnam (2002)
membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil
dalam berbagai bentuknya. Akibat positif yang dihasilkan adalah
pemerintah akan memilki
akuntabilitas yang lebih
kuat (Hasbullah,2006). Tingginya
modal sosial akan mendorong efektifitas pemerintahan, beragam determinan
memungkinkan negara berfungsi secara lebih efektif dan memiliki legitimasi. Modal sosial tinggi yang dimiliki masyarakat
lebih dapat memfasilitasi hubungan antara negara dan rakyat. Hubungan yang baik
antara pemerintah dan masyarakat akan menjamin stabilitas politik negara. Di tingkat lokal, modal sosial dapat
menjembatani hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyebarkan
informasi dan mengimplementasikan program-program pembangunan. Kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah, keterbukaan pemerintah pada masyarakat, adanya
komitmen dan keinginan yang kuat antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk
membangun, serta adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan akan mendorong terciptanya pembangunan sistem pemerintahan yang baik dimana
akuntabilitas dan transparansi pemerintahan berimbang dengan akses dan kontrol
masyarakat terhadap pemerintahan. Hal ini juga dapat mendorong demokrasi tumbuh dari bawah dan memungkinkan
pembangunan politik tidak hanya pada arus pusat tapi juga lokal. Di samping itu, negara melalui sistem pemerintahan yang
baik dapat mendorong menguatnya modal sosial yang mendukung berkembangnya
kepercayaan, nilai-nilai, dan norma yang baik dengan menciptakan situasi yang
kondusif dalam mempererat jaring- jaring sosial di dalam masyarakat dan
merangsang tumbuhnya sikap proaktif masyarakat dalam pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar